Baca Juga: Dinilai Melempem, DPRD Dorong Bandung Smart City Aktif Kembali
Baca Juga: Libur Isra Miraj, Traffic Penumpang di Bandara Husein Sastranegara Melonjak 40 Persen
Diharapkan dengan kegiatan ini maka para pelajar bisa lebih membentuk karakter nasionalisme dan lebih mencintai Tanah Air.
Selain tiga pelajar di atas, beberapa pertanyaan kritis lain juga muncul seperti diungkapkan Aida Rachmawati 'Kenapa Indonesia tak maju seperti negara lain padahal Indonesia kaya?'. Sementara Nasya Rizqi Ramadhani mempertanyakan 'Kenapa Singapura lebih maju dari Indonesia padahal Singapura pernah mengalami kemiskinan, padahal Indonesia lebih banyak sumber daya alam dan mempunyai penambang emas terbesar di Indonesia?'
Zia Farhatan, menanyakan 'Kenapa sekarang ini masyarakat Indonesia sangat gampang diprovokasi? Bahkan ada yang bertanya di luar topik yang sedang dibicarakan'. Begitu juga yang ditanyakan Dedy Swandy Nainggolan 'Bolehkah pelajar belajar politik?'
Film pendek tentang Serangan Umum 1 Maret 1949 menceritakan peristiwa serangan Belanda ke Indonesia melalui Agresi Militer II pada 19 Desember 1948 (mengkhianati perjanjian damai Renville dengan melancarkan Agresi). Kondisi Ibu Kota kacau, banyak korban sipil dan militer berjatuhan, dan Yogjakarta yang saat itu menjadi Ibu Kota Negara jatuh ke tangan Belanda.
Presiden, Wakil Presiden, dan kabinet tidak dapat berbuat banyak. Presiden dan Wapres diasingkan oleh Belanda.
19 Desember 1948 bangsa Indonesia menghadapi situasi genting yang memaksa perpindahan Ibu Kota negara dari Yogyakarta ke Bukittinggi dengan membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Akhirnya TNI bersama laskar dan rakyat melakukan Operasi Gerilya Rakyat Semesta untuk mengambil alih Yogjakarta. Belanda berhasil dilumpuhkan. Dan 50 pemuda laskar gerilya gugur di medan perang dan dimakamkan di dekat Stasiun Tugu Yogyakarta.***