Pembahasannya Sudah 20 Tahun, Pegiat Isu Perempuan Dorong Pengesahan RUU Pekerja Rumah Tangga

21 Februari 2021, 09:31 WIB
Ilustrasi asisten rumah tangga. /Pixabay/Pascalhelmer

PRFMNEWS - Pegiat Isu Perempuan yang sempat menjabat Ketua Komnas Perempuan periode 2010-2014, Yuniyanti Chuzaifah menyebut pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pekerja Rumah Tangga (PRT) adalah hal yang cukup mendesak.

Pasalnya, RUU PRT telah molor pembahasannya setidaknya 20 tahun. Ia menduga molornya proses pengesahan RUU PRT ini lantaran dianggap isu yang belum dipahami seluruhnya oleh DPR RI dan pemerintah.

“Apalagi mungkin sering dianggap isu yang kurang politis dan kadang kita sedih biasanya undang-undang yang menyangkut perempuan apalagi isu kelas yang belum beruntung itu dalam sejarah kita sering ditaruh di ekor,” kata dia saat on air di Radio PRFM 107,5 News Channel, Minggu 21 Februari 2021.

Baca Juga: Ribuan Guru PAUD Hingga SMP di Cimahi Diusulkan Dapat Vaksin Covid-19

Baca Juga: Pendapatan UMKM di Jabar Turun Drastis, Tak Sedikit yang Bangkrut

Menurut Yuni, dalam RUU banyak keuntungan yang bisa diperoleh baik oleh PRT ataupun majikannya.

Karena dalam RUU PRT ini mengatur soal perlindungan dan pemenuhan hak PRT serta memberikan kepastian bagi para majikan soal PRT yang bekerja di rumahnya.

“Garis besar yang diatur itu satu perlindungan, pemenuhan hak para pekerja yang mana di situ paling banyak perempuan. Omnibus Law itu tidak ngatur soal isu PRT, dalam ketenagakerjaan pun tidak. Padahal setidaknya 4 juta PRT perempuan bekerja itu tidak ada perlindungan,” ucapnya.

Baca Juga: Sempat Molor, Parkir Berlangganan di Kabupaten Sumedang Berlaku Mulai Maret 2021

Baca Juga: Tangani Banjir Jakarta, Anies Baswedan: Terima Kasih pada Relawan dan Seluruh Jajaran Pemprov DKI Jakarta

“Yang diuntungkan ini tidak hanya PRT tapi majikan juga karena ada kepastian, kalau saja PRT ada perlindungan yang baik biasanya PRT akan betah,” tambahnya.

Selain itu, diharapkan dengan segera disahkannya RUU PRT ini diskriminasi bagi kaum PRT dapat diminimalisir atau mungkin dihilangkan.

“Meminimalisir diskriminasi, sering disebut kerjaan informal padahal kerjanya itu sama-sama memasak, kalau dia PRT seakan-akan dianggap ‘ah itu PRT’ kalau misalnya chef jadi mahal,” ujarnya.***

Editor: Haidar Rais

Tags

Terkini

Terpopuler