Bukan Terinjak, Hipoksia Jadi Penyebab Fatal Kematian di Kerumunan, Begini Cara Penanganannya Kata dr. Vito

- 13 November 2022, 21:30 WIB
Apa Itu Hipoksia? Begini Penjelasan, Gejala, dan Penyebabnya
Apa Itu Hipoksia? Begini Penjelasan, Gejala, dan Penyebabnya /PIXABAY

PRFMNEWS – Belakangan tingginya kasus kematian seseorang akibat terhimpit dalam kerumunan pada suatu acara menjadi sorotan publik.

Healthy vlogger dokter Vito A. Damay menyatakan penyebab tertinggi orang meninggal dalam kondisi terjepit kerumunan adalah hipoksia yang memicu orang itu menderita henti jantung.

Apa itu hipoksia yang bisa membuat orang henti jantung dan meninggal saat di kerumunan dan bagaimana cara yang harus dilakukan sebagai pertolongan pertama pada penderitanya?

Baca Juga: Pembelian Tiket Konser BLACKPINK di Indonesia Mulai Dibuka Besok, Dijual Mulai dari Rp1,3 Juta

Menurut dr. Vito A. Damay, penyebab terfatal orang meninggal dalam kerumunan itu bukanlah karena terinjak-injak, namun disebabkan paling utama akibat hipoksia.

“Orang mungkin berpikir ketika kerumunan terjadi, maka penyebab fatal kematian adalah karena terinjak-injak yang mengakibatkan tulang rusuknya patah, tapi sebenarnya justru yang sering terjadi yang paling fatal adalah hipoksia,” katanya, dikutip prfmnews.id dari YouTube DRV CHANNEL.

Fakta itu menurutnya sudah dibuktikan melalui suatu studi pada kasus tersebut. Bahkan pada orang sehat pun ketika dalam kondisi terhimpit kerumunan tetap berpotensi memicu hipoksia dan henti jantung.

“Ini sudah pernah dilakukan studi pada kasus ini, ternyata penyebab terfatal kematian tersebut adalah hipoksia. Karena orang yang harusnya dadanya kembang kempis tapi karena dihimpit oleh sedemikian banyak orang jadi tidak bisa bernapas dengan baik dan kekurangan oksigen,” jelasnya.

Baca Juga: Daftar Harga Tiket Konser BLACKPINK di Indonesia, Mulai Rp1,3 Juta Hingga Rp3,8 Juta

Dokter Vito A. Damay menjelaskan hipoksia adalah kondisi sel-sel tubuh yang kekurangan oksigen. Kondisi berdesak-desakan akan membuat orang-orang mengalami kesulitan bernapas.

“Untuk bernapas, dada kita harus kembang kempis dengan lega. Ketika berdempet-dempetan pasti itu akan sulit, di depan dan belakang bahkan samping kanan kiri kita ada orang sehingga membuat tubuh dan dada akan terjepit,” bebernya.

Sehingga dr. Vito A. Damay menegaskan kondisi saling terhimpit itulah yang memicu seseorang bernapas tidak lega dan memicu hipoksia yang membuat kadar oksigen di dalam jantung, pembuluh darah, dan sel-sel darah semakin berkurang.

“Kalau jantung tidak mendapatkan oksigen maka sel-sel jantung akan rusak. Inilah yang mengakibatkan gangguan irama jantung, yaitu jantung semakin lambat berdetak atau bahkan berhenti berdetak,” ungkapnya.

Baca Juga: Tayang Perdana di Bioskop Bandung, Beberapa Lokasi Syuting Film Dokumenter KAI Ternyata Ada di Jabar

Untuk menolong penderita hipoksia tersebut, maka dr. Vito menyarankan dilakukan pertolongan pertama berupa CPR (cardiopulmonary resuscitation/resusitasi jantung paru).

CPR merupakan bantuan medis dasar bertujuan membuka kembali jalan napas yang menyempit atau tertutup dengan melakukan beberapa teknik pemijatan atau penekanan pada dada.

Menurut dr. Vito, seringkali dalam kondisi kerumunan dan terjadi kasus hipoksia secara massal membuat tim medis yang umumnya berjumlah lebih sedikit kesulitan menangani seluruh penderita.

“Padahal sebenarnya bisa dilakukan oleh orang awam asal pernah berlatih dan pernah tahu bagaimana caranya,” tuturnya.

Baca Juga: Pengelola Tegaskan Tarif Masuk Taman Tegallega Rp1.000 Sesuai Aturan Perda

Ia menambahkan, ketika berkerumun maka akan lebih banyak karbondioksida yang terproduksi, berasal dari buangan gas pernapasan orang-orang dalam kerumunan itu.

Kadar karbondioksida yang terlalu berlebih dihirup juga akan membuat kemampuan darah mengikat oksigen menjadi makin berkurang.

Ketika orang mengalami hipoksia yang kekurangan kadar oksigen inilah akan sangat rentan membuatnya jatuh pingsan.

“Ketika orang berdesakan, semua orang panik, berteriak, dalam keadaan tak terkendali, sehingga memicu adrenalin makin tinggi. Hal ini mengakibatkan pembuluh darah semakin menguncup sehingga makin sulit sirkulasi menghantarkan oksigen dan memicu pingsan,” jelasnya.

Baca Juga: Jokowi : ASEAN-India Harus Jadi Guardian Stabilitas di Indo-Pasifik Agar Krisis Dapat Dihindari

Namun dr. Vito menegaskan jika melihat orang pingsan di tengah kerumunan maka selain segera membopongnya ke tempat yang lebih aman, biarkan orang tersebut tetap terlentang agar aliran darah di tubuhnya secara alami lebih cepat normal lagi dan bisa dibantu pula dengan melakukan CPR.

“Makanya orang kalau pingsan jangan buru-buru disuruh duduk, biarkan aliran darah itu kembali berjalan dengan lancar ke otak sehingga orang itu bisa duduk sendiri dengan spontan bukan didudukkan,” terangnya.

Meski menurutnya, orang yang pingsan dalam kondisi terhimpit kerumunan akan membuat orang itu pingsan dalam posisi berdiri.

“Sehingga aliran darah ke otak tetap tidak lancar, dalam waktu di atas 6 menit maka aliran darah yang tidak membawa oksigen (pada orang pingsan berdiri) ini membuat sel-sel menjadi mati. Inilah yang sangat berbahaya,” ucapnya.***

Editor: Indra Kurniawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah