Ahli Manajemen Kebencanaan Sebut Bencana Terjadi Karena Minimnya Mitigasi

- 17 Oktober 2020, 11:40 WIB
Tangkapan layar video banjir bandang di Kabupaten Garut, Senin 12 Oktober 2020
Tangkapan layar video banjir bandang di Kabupaten Garut, Senin 12 Oktober 2020 /twitter @Acengnasir

PRFMNEWS - Banjir bandang menerjang wilayah Garut Selatan pada Senin, 12 Oktober 2020 lalu. Akibatnya sejumlah infrastruktur seperti jembatan dan jalan raya serta perumahan dan area pertanian warga ikut rusak terbawa derasnya banjir.

Ahli manajemen kebencanaan, Yaman Suryaman menyebut kerusakan yang terjadi itu seharusnya tidak terjadi. Pasalnya, Kabupaten Garut telah ditetapkan dalam Indeks Resiko Bencana Indonesia (IRBI) sebagai daerah kedua paling rawan bencana secara nasional.

Atas dasar itu idealnya, lanjut Yaman, pemerintah dan instansi terkait harus gencar untuk memberikan pemahaman terhadap kebencanaan di Kabupaten Garut, salah satunya dengan mitigasi. Karena menurutnya, bencana terjadi akibat minimnya mitigasi.

“Padahal kita sudah mengetahui bahwa Kabupaten Garut ditetapkan sebagai daerah paling rawan bencana kedua setelah kabupaten Cianjur  menurut IRBI (Indeks Resiko Bencana Indonesia) pada tahun 2013 secara nasional dan mengalami perbaikan status menjadi urutan ke 18 pada tahun 2018 ,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima prfmnews.id, Jumat 16 Oktober 2020.

Baca Juga: Diperpanjang Sampai November, Begini Cara Dapat BLT UMKM Rp2,4 Juta

Menurut Yaman, tidak ada koordinasi yang jelas di antara instansi guna memberikan pemahaman yang jelas pada warga Garut. Ia menilai hal itu dikarenakan ego sektoral di setiap instansi.

“Tidak ada kordinasi yang jelas antar instansi terkait misalnya, BPBD, Perhutani, BKSDA, BBWS, Bappeda, dan instansi terkait lainnya. Seperti diamantkan oleh Undang-Undang No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana bahwa BNPB kalau di tingkat nasional dan BPBD di tingkat daerah merupakan leading sector untuk penanganan bencana pada semua tahapan (mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan rehabilitasi dan rekonstruksi,” jelas Yaman.

Ia pun menyinggung kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang belum berperan secara maksimal dalam hal mitigasi.

Baca Juga: Hore ! Pendaftaran BLT UMKM Rp2,4 Juta di Jabar Diperpanjang Sampai November

“Tetapi apa yang kita saksikan hari ini BPBD hanya sebuah organisasi yang ada bentuknya tetapi tidak jelas cakupan pekerjaannya karena wilayah tanggungjawabnya ada di instansi lain. BPBD terlihat seperti pemadam kebakar yang bekerja Ketika terjadi bencana tetapi pada tiga tahapan bencana lainnya kurang memiliki andil yang besar,” kata dia.

Di samping itu, ia menyebut pemerintah dengan kemampuan yang dimiliki harusnya bisa menjalankan mitigasi dengan maksimal.

“Padahal, pemerintah sudah memiliki segalanya untuk menjalankan mitigasi bencana. Pertama, pemerintah memiliki rencana pembangunan yang berjenjang dari mulai rencana kerja tahunan sampai rencana pembangunan jangka panjang (Rencana Kerja, RPJMD, dan RPJP) juga memiliki RTRW. Pada tataran perencanaan ini seharusnya mempertimbangkan pola-pola mitigasi dalam pembangunan kabupaten Garut,” tutur Yaman.

Baca Juga: Rekomendasi 4 Aplikasi Reksa Dana untuk Pemula

Dengan demikian, bencana bakal dapat dicegah dan tidak memberikan dampak yang yang besar. Ia pun berharap pembangunan dapat sesuai dengan apa yang dicantumkan dalam perencanaan pembangunan dan tata ruang.

“Jika implementasi pembangunan sudah sesuai dengan apa yang sudah dicantumkan dalam perencanaan pembangunan dan tata ruang, niscaya bencana alam ini tidak akan memiliki dampak yang begitu besar seperti yang terjadi ketika banjir bandang 2016 dan yang baru saja terjadi di Garut selatan,” kata dia.***

Editor: Haidar Rais


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x