PRFMNEWS - Anggaran pendapatan dan belanja Negara setiap tahunnya menganggarkan belanja transfer yang berupa dana perimbangan sebagai pelaksanaan fungsi desentralisasi fiscal, salahsatunya ialah dana alokasi khusus fisik atau DAK Fisik.
DAK FISIK dialokasikan kepada daerah untuk membantu mendanai kegiatan khusus fisik yang merupakan urusan daerah.
Berdasarkan alokasi tersebut, pemerintah menyusun kebijakan dana alokasi khusus fisik untuk tahun berikutnya berdasarkan focus dan prioritas utama pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta mempertimbangkan kinerja pelaksanaan DAK Fisik tahun sebelumnya.
Pengalokasian ini disusun dan dikategorikan ke dalam jenis dana alokasi khusus fisik regular, afirmasi maupun penugasan. Setelah pengalokasian tersebut disahkan ke dalam UU APBN, Pemerintah daerah menyusun rencana kegiatan (RK).
Pemerintah daerah menyusun dan menginput Rencana Kegiatan dalam suatu aplikasi Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran (KRISNA) yang dibangun dengan mengintegrasikan system dari tiga kementerian, yaitu Bappenas, Kementerian Keuangan dan KemenPANRB sehingga mendorong terciptanya efisiensi dan akuntabilitas sebuah perencanaan di Instansi Pemerintah.
Dalam pelaksanaan penggunaan DAK Fisik oleh pemerintah daerah, tentunya mengacu pada rencana kegiatan yang telah disusun dan kemudian ditindaklanjuti melalui perikatan kontrak dengan para penyedia barang/jasa pada tahun anggaran berjalan.
Namun dalam implementasinya, nilai realisasi yang tidak mencapai nominal sesuai dengan nilai kontrak yang telah disepakati, sedangkan mekanisme penyaluran DAK Fisik, disalurkan sebesar nilai kontrak yang telah disepakati, sehingga mengakibatkan munculnya sisa DAK Fisik.
Sisa DAK Fisik merupakan selisih dana yang tersisa di rekening kas umum daerah setelah output atau capaian kegiatan telah terpenuhi sesuai dengan yang direncanakan, atau akibat adanya kegiatan/barang dan jasa yang tidak terlaksana atau tidak mampu disediakan oleh penyedia oleh karena kendala teknis maupun keadaan darurat tertentu.