Dewan Nilai Kartu Prakerja Perlu Pengawasan Ketat dan Melekat

- 3 Mei 2020, 06:41 WIB
PETUGAS mendampingi warga yang melakukan pendaftaran calon peserta Kartu Prakerja di LTSA-UPT P2TK di Surabaya, Senin 13 April 2020.*
PETUGAS mendampingi warga yang melakukan pendaftaran calon peserta Kartu Prakerja di LTSA-UPT P2TK di Surabaya, Senin 13 April 2020.* /MOCH. ASIM/ANTARA/

BANDUNG,(PRFM) - Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto menilai pengawasan ketat dan melekat dalam program Kartu Prakerja sangat dibutuhkan.

Pengawasan menurutnya, bukan hanya melibatkan KPK namun juga perlu menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK).

"Saya berpandangan bukan hanya KPK yang harus jeli dan ketat dalam mengawasi, tapi saya meminta PPATK untuk memantau setiap transaksi keuangan khususnya pihak-pihak atau perusahaan dan pengusaha yang terlibat dan atau terafiliasi dalam pelaksanaan Kartu Prakerja ini," papar Didik dilansir laman resmi DPR RI, Minggu (3/5/2020).

Baca Juga: Beckham Seimbangkan Pendidikan dan Sepakbola

Menurut politisi Fraksi Partai Demokrat ini, kalau perlu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga harus melakukan audit khusus terhadap pelaksanaan Kartu Prakerja, selain itu Kepolisian, Kejaksaan, Inspektorat, dan masyarakat juga harus aktif melakukan pengawasan.

Didik menilai sebenarnya KPK bisa melakukan analisis dan membuat kajian terkait pelaksanaan Kartu Prakerja untuk menutup celah korupsi, dan juga sebagai upaya mencegah korupsi, serta meminimalisir potensi kerugian keuangan negara.

Untuk selanjutnya hasil analisis tersebut disampaikan kepada pemerintah.

"Dengan pengawasan dini tersebut, saya berharap apabila ada yang nyata-nyata melakukan penyimpangan, penyalahgunaan kewenangan dan melakukan korupsi baik pejabat maupun pihak swasta termasuk penyedia platform digital, segera lakukan tindakan preventif, tangkap, cegah, dan perbaiki," ujarnya.

Baca Juga: Pilih yang Mengkilap, Ini Tips Mencari Kurma Berkualitas Bagus

Didik menjelaskan program tersebut perlu mendapatkan pengawasan yang ketat, karena menggunakan uang negara yang cukup besar, yaitu di tahun 2020 mencapai Rp20 triliun dengan melibatkan 5,6 juta orang calon penerima manfaat Kartu Prakerja.

Didik mengatakan, dari anggaran tersebut, ada biaya yang dialokasikan untuk pelatihan hingga sebesar Rp5,6 triliun yang melibatkan lembaga pelatihan dan platform digital.

"Bahkan penyedia platform digital tersebut sebagai mitra Kartu Prakerja, keberadaannya tidak melalui mekanisme lelang," ungkap Didik.

Dia mengatakan, proses eksekusi program tersebut untuk beberapa hal masih dianggap tidak transparan dan akuntabel, bahkan ada beberapa anggapan tentang adanya potensi KKN, dagang pengaruh atau trading influence.

Baca Juga: Update Kasus Covid-19 di Kabupaten Bandung, ODP dan PDP Kembali Bertambah

Karena itu Didik menilai sangat diperlukan pengawasan yang ketat dan melekat untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan, penyimpangan dan korupsi.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi

Sumber: DPR


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x