Koalisi Masyarakat Sipil Desak Presiden Tarik Kembali Supres dan RUU Cipta Kerja

- 1 Maret 2020, 16:55 WIB
JOKOWI komentari ekonomi Indonesia di era digital.*
JOKOWI komentari ekonomi Indonesia di era digital.* /Instagram/@jokowi/

BANDUNG, (PRFM) – Koalisi Masyarakat Sipil secara tegas menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang draf dan naskah akademiknya telah disampaikan oleh Pemerintah ke DPR. RUU yang menggunakan pendekatan omnibus law ini dalam proses penyusunannya di lingkup Pemerintah dinilai menyimpan banyak persoalan.

Dalam rilis yang diterima PRFM, belajar berbagai pengalaman penyusunan RUU di periode DPR lalu dan melihat cepatnya proses yang terjadi untuk RUU Cipta Kerja ini, Koalisi Masyarakat Sipil untuk RUU Cipta Kerja mendesak presiden menarik kembali surat Presiden (Supres) dan RUU Cilaka yang telah dikirim ke DPR.

Selain itu, mereka pun mendesak DPR untuk menolak dan menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja. Masih disampaikannya, akademisi dan pakar yang terlibat dan dilibatkan dalam pembahasan RUU Cipta Karya harus melihat kepentingan publik sebagai yang utama, dan berhenti menggadaikan ilmu yang dimilikinya.

Baca Juga: 10% Warga Kota Bandung Tahun 2020 Ditargetkan Tinggalkan Kantong Plastik

Adapun Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari AMAN, Auriga, ELSAM, Greenpeace, ICEL, ICW, ICJR, Kontras, LBH Jakarta, LBH Pers, Perludem, PPMAN, PSHK, Sajogyo Institut, Walhi, Yappika, YLBHI.

Pemerintah hanya membuka akses dan melibatkan asosiasi pengusaha tertentu dan sama sekali tidak membuka akses kepada publik secara luas. Prosesnya pun cenderung ingin dipercepat sebagaimana arahan Presiden yaitu dalam 100 hari.  Hanya asosiasi pengusaha besar dan segelintir elit yang memiliki akses sedangkan masyarakat yang akan terkena dampak tidak dilibatkan sama sekali. Akses publik sama sekali tidak mudah dalam mengakses RUU Cipta Kerja ini. Sangat berbeda dengan RUU lainnya yang bisa dikritisi sejak pembahasan di tingkat pemerintah.

Permasalahan RUU Cipta Kerja tidak hanya terdapat dalam proses, melainkan juga pada substansi. RUU ini masih memasukkan ketentuan yang telah dinyatakan tidak berlaku oleh Mahkamah Konstitusi.

Bahkan, Pasal 170 RUU Cipta Kerja juga memberikan kewenangan bagi Pemerintah untuk mengubah isi Undang-undang hanya lewat peraturan pemerintah. Selain itu terdapat begitu banyak materi dalam RUU Cipta Kerja yang melampaui niatan yang disampaikan Pemerintah kepada publik bahwa RUU ini akan melakukan simplifikasi perizinan berusaha. Usaha Pemerintah untuk melakukan pembenahan regulasi, yang sebetulnya merupakan penyebab utama kurang atraktifnya Indonesia untuk investor, malah tersia-sia begitu. Alih-alih membenahi situasi hiper-regulasi, justru RUU Cipta Kerja menambah lebih banyak peraturan pelaksana untuk implementasinya; tanpa proses evaluasi dan monitoring yang jelas.

Baca Juga: Kabupaten Bandung Barat Miliki Bus Wisata Ngumbara

Halaman:

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x