Mulai Beroperasi, Polisi Virtual Sudah Kirimkan Belasan Peringatan Lewat DM

- 25 Februari 2021, 16:03 WIB
ilustrasi berbagai platform media sosial.
ilustrasi berbagai platform media sosial. /Pexels.com/Pixabay

PRFMNEWS – Virtual Police atau Polisi Virtual sejak kemarin Rabu 24 Februari 2021 mulai beroperasi menindak sejumlah akun media sosial yang mengunggah konten berbau tindak pidana.

Bahkan, hingga kini belasan akun media sosial sudah diberi peringatan oleh Polisi Virtual melalui pesan langsung atau direct message (DM).

Dengan adanya Polisi Virtual ini, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Slamet Uliandi berharap dapat mewujudkan Polri yang lebih humanis dan mengedepankan pencegahan penyebaran hoaks dan ujaran kebencian daripada penindakan.

"Per 24 Februari 2021 sudah dikirimkan melalui DM (direct message) sebanyak 12 peringatan virtual polisi kepada akun medsos. Artinya kita sudah mulai jalan," kata Slamet dalam siaran pers, Rabu 24 Februari 2021.

Baca Juga: Sembilan Rumah di Cihaurgeulis Kota Bandung Terbakar, Diskar PB: Tak Ada Korban Meninggal Dunia

Dalam waktu 1x24 jam maka konten tersebut harus diturunkan. Jika postingan tidak diturunkan, penyidik akan memberikan peringatan kembali. Bila peringatan kedua tetap tidak digubris, akan ditingkatkan ke tahap pemanggilan untuk dimintai klarifikasi.

Penindakan akan dilakukan sebagai langkah terakhir. Siber Polri akan mengedepankan langkah-langkah humanis ketimbang penindakan.

Dia menuturkan peringatan tersebut sejalan dengan surat edaran Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo soal kesadaran budaya beretika dalam dunia digital. Salah satu poin dalam surat edaran tersebut yakni soal langkah damai di kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang harus diprioritaskan penyidik demi dilaksanakannya restorative justice.

Baca Juga: Pelaku Curanmor di Bandung Tewas Ditembak Polisi Setelah Melawan Petugas

Menurutnya, restorative justice pun sudah ada dalam program virtual police yang artinya penindakan itu bersifat ultimum remedium, atau upaya terakhir yang dilakukan kepolisian.

Dia mengklaim tiap harinya mereka melakukan patroli siber di medsos mengawasi konten yang terindikasi mengandung hoax serta hasutan di berbagai platform, seperti di Facebook, Twitter, dan Instagram.

Apabila ada akun medsos mengungah konten berpotensi tindak pidana, pihaknya mengirim peringatan lewat DM.

Tim patroli siber ini meminta pendapat ahli pidana, ahli bahasa, maupun ahli ITE sebelum memberikan peringatan virtual ke terduga pelanggar UU ITE, sehingga peringatan virtual itu dilakukan berdasarkan pendapat ahli bukan subjektif penyidik kepolisian. Dalam DM berupa peringatan disampaikan kalau konten itu mengandung pelanggaran atau hoax.

Pesan peringatan dikirim dua kali ke seseorang yang diduga mengunggah konten hoax atau ujaran kebencian. Pertama, kata dia, edukasi. Kemudian peringatan virtual.

Baca Juga: Dalam Kondisi Mabuk, Oknum Polisi Tembak Tiga Orang Hingga Tewas, Salah Satunya Anggota TNI

Setelah dilakukan peringatan virtual kita lakukan mediasi, restorative justice. Setelah restorative justice baru laporan polisi sehingga tidak semua pelanggaran atau penyimpangan di ruang siber dilakukan upaya penegakan hukum melainkan mengedepankan upaya mediasi dan restorative justice.

"Sehingga terciptanya ruang siber yang bersih, sehat, beretika, produktif dan beragam," kata dia.

Adapun tindak pidana yang bisa dilakukan dengan cara restorative justice misalnya pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan. Ia menyebut pelaku yang terlibat di kasus tersebut bisa tidak ditahan, karena restorative justice mengedepankan terciptanya keadilan dan keseimbangan antara pelaku dan korbannya.

"Tindak pidana yang dapat diselesaikan dengan cara restorative justice, yang pertama pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan. Itu ada di UU ITE Pasal 27 ayat 3, Pasal 207 penghinaan terhadap penguasa, Pasal 310 dan Pasal 311," ujarnya.

Baca Juga: Tetap Bersama, Persib Bandung: Terima Kasih Made

"Kenapa tidak bisa ditahan karena sudah dikeluarkan oleh Kapolri kepada seluruh jajaran apabila akan naik sidik harus dilakukan gelar secara virtual oleh Mabes Polri sehingga inilah upaya Pak Jokowi-Pak Kapolri membuat untuk lebih tenang bangsa ini. Tapi bukan berarti tidak dilakukan penahanan terus kita semena-mena artinya kita sama-sama koreksi diri," katanya.

Terakhir, Slamet menyebut kepolisian tidak akan menindak seseorang yang melakukan kritik terhadap pemerintah. Kritik tersebut harus disampaikan secara beradab, tetapi jika kritik disampaikan dengan menambahkan ujaran kebencian dan hoax, maka akan ditindak.

"Kritik itu sah-sah saja, namun ujaran kebencian, fitnah, dan kebohongan itu yang tidak baik," katanya.

Slamet menuturkan jika seseorang mengkritik dan berbuat jahat, di dalam lubuk hatinya yang paling dalam ia tahu sudah berbuat kejahatan. Menurutnya, orang itu tahu bahwa kritik itu mengandung hoax, mengandung ujaran kebencian yang ditambah-tambah atau diedit.***

Editor: Haidar Rais

Sumber: Tribratanews


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x