Tinjau Tol Cisumdawu Jelang Mudik 2024, KNKT Temukan 5 Hal Pendukung Keselamatan Perlu Dibenahi

- 9 Maret 2024, 17:00 WIB
Resi Jalan Tol Cisumdawu
Resi Jalan Tol Cisumdawu /CKJT

PRFMNEWS – Jalan Tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-Dawuan) akan mendukung perjalanan arus mudik dan arus balik Lebaran Idul Fitri 1445 H/2024 M. Ruas jalan tol sepanjang 61,6 km ini telah dibuka sejak bulan Juli 2023 lalu termasuk untuk memperlancar akses perjalanan Bandung-Bandara Kertajati dan Cirebon.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) bersama Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR, Direktur Jalan Bebas Hambatan dan Perkotaan Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, dan PT Citra Karya Jabar Tol (CKJT) selaku badan usaha jalan tol melakukan tinjauan lapangan ke ruas Tol Cisumdawu pada 17 Januari 2024.

Tinjauan ke Tol Cisumdawu oleh tim KNKT bersama pihak lembaga terkait tersebut jelang masa arus mudik dan balik Lebaran Idul Fitri 2024 dilakukan dalam rangka meningkatkan keamanan dan keselamatan berkendara agar menekan risiko kecelakaan lalu lintas di ruas jalan tol yang diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 11 Juli 2023 lalu.

Dari tinjauan ke Tol Cisumdawu itu, KNKT menyimpulkan berdasarkan hasil temuan terdapat 5 poin utama yang harus diperhatikan, yaitu terkait Jalur Penghentian Darurat (JPD) / jalur penyelamat, genangan air (standing water), terowongan kembar (twin tunnel), terminal dengan bantalan tabrakan (crash cushion), kecepatan desain dan kecepatan operasional.

Melansir laman resmi KNKT dijelaskan secara umum, JPD di Tol Cisumdawu, jarak pandang, lebar jalur kurang dari 10 meter dan sudut masuk jalur penghentian darurat sebagian besar masih lebih besar dari > 50, masih terdapat bangunan rigid berupa pagar pengaman kaku atau dinding beton di sisi kanan dari arah masuk kendaraan pada jalur penghentian darurat, hal ini berpotensi menjadi hazard (penyebab kecelakaan).

“Dari beberapa kejadian kendaraan truk hancur Ketika menabrak dinding beton dan menyebabkan pengemudi dan beberapa penumpang meninggal dunia,” ungkap KNKT dalam laporan tertulisnya tersebut.

Dalam penggunaan material penyusun JPD masih ditemukan menggunakan batuan kali dengan ukuran yang tidak seragam dan bercampur dengan pasir juga tanah, sehingga material landasan akan mudah memadat dan mengeras apabila terkena hujan dan panas. Kondisi ini menghilangkan daya hambat dari gravel dan menyebabkan tidak mampu menghentikan laju kendaraan dan dapat menimbulkan fatalitas pengendara.

Dengan melihat hasil tinjauan di lapangan, diperlukan pembahasan kajian mengenai batasan / toleransi tinggi genangan air (standing water) karena pada saat musim penghujan, kondisi permukaan jalan akan cenderung basah dan terdapat genangan air.

“Hal ini dapat mengakibatkan kendaraan tergelincir sehingga terjadi aquaplaning atau hydroplaning. Jika merujuk pada standar standing water di landasan pacu bandara ketinggian maksimumnya adalah 3 mm dengan kecepatan kurang lebih 250 km/jam,” lanjut keterangan KNKT.

Halaman:

Editor: Indra Kurniawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x