"Dia (Kuboki) melakukan tindakan seperti itu karena mengetahui bahwa itu melanggar hukum," kata Hakim.
"Dia memahami beratnya kejahatan, dan bahkan mengatakan dalam pernyataan terakhirnya bahwa dia ingin menebus kematiannya sendiri," kata Hakim Ketua.
Sebelumnya, pengacara Kuboki menyebut kliennya merasa kesulitan menangani lonjakan pasien lansia.
Kuboki cemas karena harus merawat dan berkomunikasi dengan pasien juga keluarga mereka. Selain itu, sang pengacara juga mengatakan Kuboki menderita skizofrenia (gangguan kejiwaan).
Sementara itu, jaksa mengatakan, Kuboki menunjukkan ciri-ciri gangguan spektrum autisme, tetapi dia sepenuhnya kompeten untuk diadili dan itu tidak mempengaruhi pengambilan keputusannya melakukan kejahatan di rumah sakit kala itu.
Ayah Kuboki mengatakan di pengadilan, bahwa anaknya telah berkonsultasi dengan keluarga tentang niat ingin meninggalkan rumah sakit tempatnya bekerja sekitar tiga bulan sebelum pembunuhan.
Kuboki juga sempat meminta maaf kepada anggota keluarga dari tiga pasien yang tewas selama persidangan.
Baca Juga: Ingat! Operasi Zebra Lodaya 2021 di Kabupaten Bandung Dimulai Hari ini
Polisi melakukan penyelidikan kasus kematian pasien tersebut pada September 2016, tetapi mereka membutuhkan waktu hingga Juli 2018 untuk menangkap Kuboki.
Ini karena pihak kepolisian perlu berjuang terlebih dahulu untuk menemukan cukup bukti. Disebutkan bahwa lokasi tiga pasien dirawat inap di lantai empat rumah sakit, tidak memiliki kamera pengawas (CCTV).
Hakim Ketua, Kazunori Karei menyatakan, satu-satunya alasan Kuboki tidak dijatuhi hukuman mati adalah karena dia menyesali tindakannya selama proses sidang.
Pihak rumah sakit juga telah meminta maaf kepada publik atas tindakan yang dilakukan mantan perawatnya. Kini, rumah sakit tersebut telah berganti nama setelah kejahatan itu, dan ditutup sementara sejak 2019.***