PRFMNEWS - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meminta pemerintah jangan tergesa-gesa melakukan vaksinasi Covid-19.
Pernyataan ini tercantum dalam surat PB IDI yang ditujukan kepadan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto dan tembusan ke Kepala BPOM RI. Surat ini ditandangani Ketua Umum IDI, Dr. Daeng M Faqih pada 21 Oktober 2020.
Dalam surat tersebut IDI menyampaikan perlunya persiapan yang baik dalam hal pemilihan jenis vaksin yang akan disediakan serta persiapan terkait pelaksanaannya.
"Hal ini sesuai dengan instruksi Presiden agar program vaksinasi ini jangan dilakukan dan dimulai dengan tergesa-gesa," tulis IDI.
Baca Juga:
- Jokowi: Hati-hati Soal Vaksin, Jangan Sampai Dihantam Isu, Dipelintir dan Masyarakat Demo
- Satu Relawan Uji Klinis Vaksin Corona di Brasil Meninggal Dunia
Syarat-syarat yang harus dipenuhi
Dalam menentukan jenis vaksin yang digunakan, IDI menyebut ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, di antaranya yaitu vaksin sudah terbukti efektivitas, imunogenitas, serta keamanannya dengan dibuktikan hasil yang baik melalui uji klinis fase tiga yang sudah dipublikasikan.
Seperti diketahui, saat ini di Indonesia masih berjalan uji klinis fase tiga vaksin corona dari Sinovac kepada 1.600-an relawan, dan akan selesai Maret 2021 mendatang.
Berdasarkan data IDI, di Brasil uji coba vaksinasi Sinovac sudah rampung dilakukan kepada 9 ribu relawan. Namun hasilnya baru akan dikeluarkan segera setelah selesai dilakukan vaksinasi terhadap 15 ribu relawan.
"Kita bisa melihat bahwa unsur kehati-hatian juga dilakukan negara lain dengan tetap menunggu data lebih banyak lagi dari hasil uji klinis fase ketiga. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa program vaksinasi adalah sesuatu program penting namun tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa," tambahnya.
#vaksincorona jangan tergesa-gesa. pic.twitter.com/OSgROyeRec— PB IDI (@PBIDI) October 22, 2020
Otoritas penggunaan darurat dari BPOM
Dalam situasi pandemi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkenankan pembuatan dan penyediaan obat atau vaksin dapat dilakukan melalui proses Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin COVID-19 kepada lembaga yang memiliki otoritas, di Indonesia lembaga itu adalah BPOM.
"Dalam menentukan atau menentukan hal ini, PB IDI amat meyakini bahwa BPOM tentu juga akan memperhatikan keamanan, efektivitas, dan imunogenitas suatu vaksin, termasuk bila terpaksa menggunakan skema EUA. Kami yakin bahwa BPOM akan menjaga kemandirian dan profesionalismenya," sambung IDI.
Baca Juga: 3 Juta Warga Jabar Diajukan Mendapat Suntik Vaksin Corona Mulai November Ini
Vaksinasi perlu persiapan baik
IDI juga mengungkapkan, pentingnya rekomendasi dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan Strategic Advisory Group of Experts on Immunization of The World Health Organization (SAGE WHO). IDI sekali lagi menekankan program vaksinasi memerlukan persiapan yang baik.
Pasalnya, pelaksanaan program vaksinasi memerlukan persiapan yang baik dan komprehensif, termasuk penyusunan pedoman-pedoman terkait vaksinasi oleh perhimpunan profesi, pelatihan petugas vaksin, sosialisasi bagi seluruh masyarakat, dan membangun jejaring untuk penanganan efek samping imunisasi.
"Keamanan dan efektivitas adalah hal yang utama selain juga kita semua ingin agar program ini berjalan lancar. PB IDI berharap agar program vaksinasi ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat," tandas IDI.
9,1 juta masyarakat Indonesia disuntik vaksin mulai bulan depan
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 9,1 juta orang di Indonesia direncanakan mendapat vaksinasi Covid-19 dari produsen vaksin Sinovac, Sinofarm, dan Cansino dari China secara gratis oleh pemerintah Indonesia pada akhir November 2020.
Kelompok orang yang akan disuntik vaksin adalah mereka dengan kategori berisiko tinggi tertular virus corona tipe SARS-CoV-2.
Presiden Joko Widodo sempat menginstruksikan jajarannya untuk hati-hati soal vaksin Covid-19 mulai dari penyediaan hingga pengimplementasian kepada masyarakat. Sebab, persoalan vaksin ini sangat kompleks menyangkut persepsi masyarakat.
"Soal vaksin ini saya minta jangan tergesa-gesa, karena sangat kompleks menyangkut nanti persepsi di masyarakat, kalau komunikasinya kurang baik bisa kejadian seperti UU Cipta Kerja," ujar Jokowi.***