Hadapi New Normal, Ahli: Kurva Epidemiologi Harus Transparan

- 16 Mei 2020, 09:23 WIB
SEORANG pemulung menarik gerobak yang berisi pesan menghadapi Pandemi Covid-19, di Jalan Ibrahim Adjie, Kota Bandung, Jumat 15 Mei 2020. Tulisan tersebut merupakan salah satu ekspresi warga yang terdampak pandemi, meskipun hidupnya sulit namun tetap ingat pada sang pencipta.*
SEORANG pemulung menarik gerobak yang berisi pesan menghadapi Pandemi Covid-19, di Jalan Ibrahim Adjie, Kota Bandung, Jumat 15 Mei 2020. Tulisan tersebut merupakan salah satu ekspresi warga yang terdampak pandemi, meskipun hidupnya sulit namun tetap ingat pada sang pencipta.* /ADE BAYU INDRA/PR /

BANDUNG, (PRFM) – Presiden Joko Widodo menyebut masyarakat harus bisa beradaptasi dengan keadaan saat ini. Hal itu dikatakan presiden agar Indonesia bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19.

Bukan tidak mungkin, masyarakat Indonesia harus berada dalam tatanan kehidupan baru atau yang sering disebut new normal.

Menanggapi hal itu, Ahli Kesehatan Masyarakat Universitas Padjajaran Bandung (UNPAD), Dr. Deni K Sunjaya menilai hal tersebut dapat dilakukan jika perkembangan penyebaran virus corona (Covid-19) melalui kurva epidemiologi di Indonesia terlihat jelas dan transparan oleh masyarakat. Namun, saat ini ia rasa kualitas data dalam kurva epidemiologi di Indonesia belum terlalu baik.

Baca Juga: KPK Minta Pemerintah Tinjau Kembali Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Menurutnya, Indonesia butuh data yang akurat dan berkualitas untuk mengetahui perkembangan Covid-19. Sehingga masyarakat dapat paham akan apa yang harus dilakukan saat beraktivitas.

“Kita harus memiliki data yang tepat dari keseluruhan pasien yang dipersika, berapa yang positif tanggalnya harus benar dan tempatnya. Itu kita belum punya,” ungkapnya saat on air di Radio PRFM 107,5 News Channel, Sabtu (16/5/2020).

Ia menambahkan, data yang ditampilkan saat ini belum menunjukan penyebaran Covid-19 secara rinci. Pasalnya masyarakat belum mengetahui data tersebut diperoleh berdasarkan hasil lab yang dilakukan real time atau kumulatif.

Baca Juga: Belum Akan Longgarkan PSBB, Presiden Ingin Masyarakat Produktif dan Aman dari Covid-19

Karenanya, Deni menyebut pemerintah bisa melakukan pengecekan data atau tracking terhadap pasien tersebut. Dilihat secar rinci, lanjut Deni, kapan rekam medik dilakukan. Barulah nantinya kurva epidemiologi dapat terlihat dengan jelas.

“Perlu ditingkatkan kualitas datanya, gampang saja sih sebenarnya. Kita track lagi, dari data itu dari pasien yang mana, dimana dan tanggal berapa. Lalu kita lihat lagi pasien ini rekam mediknya kapan? Kalau itu ada semua maka itu kita bisa membuat kurva epidemiologi,” jelas Deni.

Menurut Deni, data tersebut tidak bisa diperoleh dari Satgas Percepatan Penanganan Covid-19, tapi dapat didapatkan dari fasilitas kesehatan khususnya rumah sakit hingga puskesmas.

Baca Juga: Pemkab Garut Alokasikan Anggaran 8 Miliar Bantu Guru Honorer dan Swasta

“Data itu sebetulnya tidak ada di satgas kan? Data itu sebenarnya ada di fasilitas kesehatan, terutama di rumah sakit dan kalau ada di-tracking sampai puskemas,” papar Deni.

Ia menyebut, organisasi profesi hingga perguruan tinggi pun bisa dikerahkan untuk membantu memperoleh data itu. Sehingga keputusan dapat diambil dengan efektif.

“Sudah saatnya satgas nasional, provinsi, kabupaten/kota untuk melihat ini, agak capek dikit tapi ini harus jadi prioritas kita. Kami siap membantu asal datanya ada,” tandasnya.c

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah