Ini Hukum Tukar Uang Baru Jelang Lebaran Menurut Islam

- 29 Maret 2024, 14:00 WIB
Ilustrasi uang baru.
Ilustrasi uang baru. /Antara Foto/Adiwinata Solihin/ANTARAFOTO

PRFMNEWS - Saat Hari Raya Idulfitri, sudah menjadi tradisi untuk memberi uang yang dibagikan kepada sanak saudara atau anak-anak yang datang berkunjung ke rumah.

Untuk tradisi yang satu ini, biasanya banyak yang menukarkan uang ke pecahan nominal yang lebih kecil. Dengan begitu, akan lebih banyak lembaran yang bisa dibagikan.

Idealnya sih, kita menukarkan uang pecahan nominal di Bank Indonesia (BI) atau di Bank yang sudah ditunjuk oleh BI.

Namun masyarakat juga biasanya selain menukarkan uang di bank, agar lebih cepat ada sebagian orang yang juga kerap menukarkan uang di penyedia jasa tukar uang dadakan yang sering ditemukan di pinggir jalan.

Baca Juga: Jelang Lebaran 2024, BI dan Perbankan Layani Penukaran Rupiah dengan Kuota 5 Ribu Orang per Hari

Mereka yang melayani jasa penukaran uang di pinggir jalan biasa menyediakan pecahan uang mulai dari Rp1.000 hingga puluhan ribu rupiah.

Akan tetapi, untuk mendapatkan uang dengan nominal yang lebih kecil melalui jasa penyedia tukar uang dadakan ini, adanya sejumlah potongan yang dikenakan. Oleh karena itulah, banyak yang berminat menyediakan jasa ini sebagai bisnis musiman.

Namun apakah proses jasa penukaran uang baru termasuk riba? Hal ini yang menjadi perdebatan, apakah sebenarnya penukaran uang ini hukumnya haram atau tidak.

Melalui laman resminya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel mengungkapkan bahwa menukar uang jelang Lebaran dengan niat bersedekah menggunakan uang baru hukumnya adalah boleh. Bahkan, hal ini bisa berpotensi menjadi sunnah berdasarkan pada makna hadist yang mengatakan "Berilah sedekah yang terbaik pada hari itu (Id Fitri)".

Baca Juga: Ada Penukaran Uang Baru di Kantor BI Jabar Kota Bandung Lewat Mobil Kas Keliling 14 Bank, Ini Jadwalnya

Namun, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Alhafiz Kurniawan mengatakan jika dilihat dari praktik penukaran uang itu (ma'qud 'alaih) adalah uangnya, maka penukaran uang dengan kelebihan jumlah tertentu jelas haram karena praktik ini terbilang kategori riba.

“Tetapi kalau yang dilihat dari praktik penukaran uang ini (ma'qud 'alaih) adalah jasa orang yang menyediakan jasa, maka praktik penukaran uang dengan kelebihan tertentu mubah menurut syariat karena praktik ini terbilang kategori ijarah (sewa),” kata dia.

Ijarah yang dimaksud adalah sejenis dengan jual beli sehingga tidak termasuk kategori riba. Hal itu merujuk pada keterangan dalam kitab Fathul Mujibil Qarib, cetakan pertama, halaman 123.

‎والإجارة في الحقيقة بيع إلا أنها قابلة للتأقيت وأن المبيع فيها ليست عينا من الأعيان بل منفعة من المنافع إما منفعة عين وإما منفعة عمل

Artinya: Ijarah (sewa) sebenarnya adalah jual-beli, hanya bedanya ijarah menerima pembatasan tempo. Produk pada ijarah bukan pada barang, tetapi manfaat (jasa) dari sebuah barang atau jasa dari sebuah tenaga (aktivitas).

Selain itu, hukum tukar menukar barang atau barter sesungguhnya telah diatur di dalam Islam. Dalam hukum tersebut juga disebutkan bahwa jumlah atau takaran barang harus bernilai sama dan tunai. Tunai disini berarti diberikan secara langsung.Berikut hadis yang menyebutkan masalah tersebut:

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

“Jika emas di barter dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum bur (gandum halus) ditukar dengan gandum bur, gandum syair (kasar) ditukar dengan gandum syair, kurma ditukar dengan kurma, garam dibarter dengan garam, maka takarannya harus sama dan tunai. Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan tunai” (HR. Muslim 4147).***

Editor: Rifki Abdul Fahmi

Sumber: NU Online


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x