Baru 62 Puskemas di Kota Bandung yang Memiliki Apoteker

29 Oktober 2022, 17:50 WIB
Terungkap data bahwa baru 62 puskemas di Kota Bandung yang punya apoteker. /Diskominfo Kota Bandung

PRFMNEWS - Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengharapkan nantinya semua puskesmas di wilayah Kota Bandng memiliki apotoker.

Yana Mulyana menegaskan, peran apoteker sangat penting dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Diungkap Yana Mulyana, Pemerintah Kota Bandung saat ini sedang mengupayakan agar semua Puskesmas di Kota Bandung memiliki apoteker.

Baca Juga: Dua Mobil Rusak Parah Tertimpa Longsoran Batu di Cadas Pangeran Sumedang

Dari 81 Puskesmas yang ada di wilayah Kota Bandung, baru 62 puskesmas telah memiliki tenaga kesehatan apoteker.

"Dari 81 puskesmas di Kota Bandung, ada 62 puskesmas yang punya tenaga kesehatan apoteker. Mudah-mudahan bisa dibantu pengadaan sisanya di 19 puskesmas lagi," papar Yana Mulyana di konfercab Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kota Bandung pada Sabtu, 29 Oktober 2022.

Menurut Yana Mulyana, dengan kehadiran apoteker di seluruh puskesmas Kota Bandung bisa memberikan kebutuhan obat yang tepat untuk masyarakat.

Baca Juga: Lindungi Saksi dan Korban, LPSK Bentuk Program Perlindungan Berbasis Komunitas

"Apoteker bisa memberikan obat yang baik dan tepat untuk masyarakat. Fungsi itu hanya bisa dilakukan oleh para apoteker," ujarnya.

Yana Mulyana juga membahas peran penting lain dari apoteker dalam pengendalian pandemi Covid-19 di Kota Bandung. Meskipun ada varian yang baru, tapi seluruh angka menunjukkan pandemi Covid-19 sangat terkendali.

"Mudah-mudahan proses ikhtiar vaksin yang kita lakukan bersama ini bisa menyelesaikan pandemi Covid-19 di Kota Bandung. Melalui konsolidasi ini, semoga IAI bisa membuat program yang tidak saja memberikan manfaat untuk organisasinya, tapi juga masyarakat bangsa dan negara," katanya.

Baca Juga: Ada Longsoran Batu Jalan Raya Cadas Pangeran Sumedang Sore Ini, Arus Lalulintas Tersendat

Sementara itu, Direktur Operasional dan Pengembangan Halodoc, Satrio Pramudono menyebutkan, teknologi bisa meningkatkan daya saing para apoteker dalam digitalisasi farmasi.

"Kita bukan hanya bicara automasi, tapi membangun ekosistem secara utuh supaya layanan teknologi bisa dinikmati secara utuh seperti layanan offline. Misal janji temu, layanan chat dokter, dan toko kesehatan," jelasnya.

Kata Satrio, pemanfaatan teknologi akan tetap percuma jika kreativitas tersebut tidak bisa dengan mudah dinikmati masyarakat luas. Sebab inovasi adalah kreativitas yang harus bisa memberikan dampak secara utuh.

Baca Juga: Karena Telat Mematikan Lampu, Seorang ART di Bandung Diduga Dianiaya Majikannya Hingga Babak Belur

"Kita harus fokus untuk membangun ekosistem kesehatan digital yang memberikan pengalaman mudah, nyaman, dan seamless," ujarnya.

Menurut Satrio, sangat terasa di era digital ini, masyarakat sudah mulai masuk ke area kuratif dan preventif.

Biasanya akses ke rumah sakit butuh waktu yang relatif lama, tapi bagi masyarakat yang belum sempat bisa pergi ke RS, kini hanya kurang dari dua menit sudab bisa terhubung dengan dokter.

Meski kini layanan kesehatan telah masuk dalam dunia digital, tapi ia menegaskan, teknologi tidak akan pernah menggantikan pelayanan sarana kesehatan. Teknologi hanya berfungsi sebagai jembatan.

Baca Juga: Soal Pengganti Ketum PSSI Usai KLB, Dede Yusuf: Orang yang Dekat dengan Kekuasaan

Diharapkan Satrio, dengan melibatkan teknologi, para tenaga kesehatan termasuk apoteker bisa terkoneksi sebanyak apapun dengan sarana kesehatan se-Indonesia.

Merujuk data yang disampaikan Satrio, rata-rata obat yang ada di apotek itu 1.500-2000 item. Padahal, faktanya jumlah obat yang beredar di seluruh apotek se-Indonesia bisa puluhan ribu.

Oleh karena itu perlu adanya kolaborasi antar sarana kesehatan untuk mempermudah pelayanan kesehatan masyarakat.

"Akan sangat sulit saru sarana kesehatan bisa membawa puluhan ribu obat, sehingga kita harus mengonsolidasikan semuanya," pungkasnya.***

Editor: Indra Kurniawan

Tags

Terkini

Terpopuler