Pro Kontra Nyamuk Wolbachia “Bill Gates” Guna Tekan Kasus DBD, Pakar Kesehatan Ungkap Fakta ini

17 November 2023, 17:00 WIB
Ilustrasi: Penyebaran nyamuk Wolbachia guna mencegah DBD /Pixabay/ FotoshopTofs

PRFMNEWS – Pakar kesehatan Prof. Zubairi Djoerban mengungkap berbagai fakta terkait nyamuk Wolbachia atau nyamuk Bill Gates yang digunakan untuk mengurangi angka kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia, namun memicu pro dan kontra di berbagai kalangan masyarakat.

“Ada yang menghebohkan dengan adanya kabar penyebaran nyamuk Bill Gates. Menimbulkan pro dan kontra masyarakat. Apa sebenarnya nyamuk Bill Gates ini?,” kata Zubairi Djoerban dalam keterangan tertulis di akun X (dulu Twitter) @ProfesorZubairi, dikutip prfmnews.id pada Jumat 17 November 2023.

Zubairi menjelaskan bahwa nyamuk Bill Gates sejatinya memiliki nama Wolbachia. Sebuah nyamuk yang menjadi bagian dari proyek yang dikembangkan oleh World Mosquito Program (WMP) yaitu Perusahaan milik Monash University, Australia.

Baca Juga: Bhayangkara FC Angkat Bicara Soal Perekrutan Putu Gede dan Witan, Semuanya Sesuai Prosedur

Lantas kenapa Wolbachia dikenal sebagai nyamuk Bill Gates? Alasan penamaan itu, ujar Zubairi, karena proyek WMP mendapatkan suntikan pendanaan dari pendiri Microsoft, yakni William Henry Gates III alias Bill Gates dan istrinya, yakni Melinda Gates melalui yayasan mereka.

“Mungkin karena proyek ini mendapatkan dukungan dari Bill & Melinda Gates Foundation, maka banyak dikenal sebagai nyamuk Bill Gates,” terangnya.

Lebih lanjut, Zubairi yang juga aktif sebagai peneliti bidang kesehatan menuturkan, proyek WMP tidak berbahaya seperti yang diperbincangkan banyak kalangan. Justru dia menyebut proyek nyamuk Wolbachia adalah sebuah proyek bidang medis untuk menurunkan angka demam berdarah hingga Chikungunya.

Baca Juga: Kabar Baik! Bus Trans Metro Pasundan Koridor 1 dan 4 Tambah Jam Operasional

“Tujuan dikembangkannya proyek ini adalah untuk menurunkan penyebaran Demam Berdarah (DBD), demam kuning, dan Chikungunya. Bakteri Wolbachia ini dapat melumpuhkan virus dengue yang terkandung dalam nyamuk Aedes aegypti,” papar Zubairi.

Secara konsep, Konsultan Hematologi-Onkologi itu mengungkapkan, keberadaan Wolbachia merupakan bentuk vaksinasi kepada nyamuk yang ditargetkan dengan tujuan agar mengurangi jumlah spesies nyamuk pembawa virus tersebut ke manusia.

“Gampangnya, ini seperti vaksin, tapi yang divaksin itu nyamuknya agar tidak menyebarkan virus ke manusia. Selain itu, nyamuk hanya akan bekerja untuk mengurangi jumlah spesies nyamuk sasaran,” tutur dia.

Terkait keberhasilan penggunaan nyamuk Wolbachia untuk menekan kasus DBD dan lainnya itu, sebut Zubairi, sejauh ini sudah terbukti berhasil di beberapa bagian Brasil, Kepulauan Cayman, Panama, India, dan Singapura.

Baca Juga: Wapres soal Fatwa MUI: Pemerintah Harus Seleksi Produk Pro Israel Agar Tidak Rugikan Banyak Pihak

Sementara di Indonesia, ia menyebut nyamuk Wolbachia sudah disebar tepatnya di kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan faktanya, peneliti di UGM pun terkejut dengan pencapaian dari proyek WMP tersebut.

“Setelah diteliti oleh UGM, hasilnya mengejutkan, kasus DBD pada daerah yang diteliti mengalami penurunan sampai 77%. Begitupun dengan persentase pasien yang dirawat di RS. Turun sampai 86%,” jelas dia.

Proyek ini akan dilanjutkan di kawasan Pulau Dewata Bali. Bahkan ujar Zubairi, pemerintah setempat sudah memberikan izin untuk pelaksanaan proyek nyamuk Wolbachia di sana, meski harus dilakukan penundaan terlebih dahulu.

“Tahun ini, giliran Bali menjadi tempat penyebaran selanjutnya. Namun Pj Gubernur Bali sepakat melakukan penundaan karena ada masyarakat yang belum setuju,” terangnya.

Menurut Zubairi, persoalan yang perlu dipecahkan di balik pelaksanaan proyek ini adalah bagaimana menjelaskan dan meyakinkan kepada masyarakat bahwa proyek WMP tidak semenakutkan seperti yang diperbincangkan sejumlah kalangan.

Baca Juga: Di Masa Jeda Internasional ini Persib Fokus Pulihkan Kebugaran Pemain

“Memang di balik manfaatnya, masih terdapat kontra yang juga populer di masyarakat. Seperti kemungkinan adanya mutasi yang bisa mengarah pada sifat ganas dan sudah ada metode pembasmian nyamuk untuk melindungi manusia. Jadi masyarakat kontra menganggap tidak perlu adanya penyebaran nyamuk Wolbachia,” bebernya.

Ia menekankan, meski merupakan kategori nyamuk transgenik, Wolbachia tidak memiliki dampak buruk kepada manusia bahkan lingkungan. Sehingga proyek ini cenderung lebih aman setidaknya menurut studi dan penelitian dari regulator yang memberikan izin penggunaan nyamuk transgenik di seluruh dunia, EPA.

“Environmental Protection Agency (EPA) sendiri menyatakan kalau nyamuk transgenik atau Wolbachia ini tidak menimbulkan risiko bagi manusia, hewan, atau lingkungan,” sebutnya.

Guna menguatkan pemaparan ilmiahnya itu, Zubairi menerangkan bahwa penyebaran nyamuk Wolbachia hanya dilakukan terhadap jenis pejantan saja, sehingga tidak akan menggigit manusia.

Baca Juga: Data Korban Kecelakaan Pesawat TNI AU, Empat Orang Meninggal Dunia

“Hanya nyamuk transgenik jantan yang dilepaskan karena tidak akan menggigit manusia. Sehingga tidak membahayakan dan tidak ikut menyebarkan virus Zika serta patogen lainnya,” jelasnya.

Walau demikian, ia tetap memahami bagaimana pro dan kontra terhadap ilmu pengetahuan akan tetap ada. Sehingga diskusi terbuka pun patut dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada publik terhadap kemajuan teknologi, termasuk di bidang kesehatan.

“Begitulah ilmu pengetahuan, terus berkembang dengan berbagai pro dan kontranya. Suatu hal yang baru memang akan selalu menimbulkan diskusi,” pungkas dokter 76 tahun kelahiran Yogyakarta itu.***

Editor: Indra Kurniawan

Tags

Terkini

Terpopuler