Pandemi Covid-19 Pernikahan Anak Usia Dini Meningkat dari Satu Semester 2020 Ada 34 Ribu Permohonan Kawin

17 Maret 2021, 19:30 WIB
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyebut pandemi Covid-19 berimbas pada meningkatnya perkawinan usia anak. /Foto: Pixabay/geraldfriedrich2/

PRFMNEWS - Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyebut pandemi Covid-19 berimbas pada meningkatnya perkawinan usia anak.

Padahal dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, yang disebut anak adalah mereka yang sampai dengan usia 18 tahun. Sementara dalam Undang-Undang Perkawinan, usia kawin minimum adalah 19 tahun. Jadi sebenarnya menurut Ledia ada 'gap' antara usia anak dengan usia minimum nikah.

Berdasarkan  data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan  Perlindungan Anak menunjukkan bahwa sepanjang satu semester tahun 2020, yakni dalam rentang waktu setengah tahun saja, ada sebanyak 34.000 permohonan dispensasi kawin yang diajukan ke pengadilan.

Baca Juga: MANTAP! Wali Kota Bima Arya Traktir Belanja dan Makan Siang Para Perawat

Baca Juga: DPRD Kota Bandung Dorong Diskar PB Tingkatkan Kualitas dengan Peningkatan Sarana Pendukung

Dan dari angka permohonan tersebut, 97 persen di antaranya dikabulkan oleh Hakim. Jumlah tersebut meningkat drastis dibandingkan periode sebelumnya yaitu tahun 2019.  Perkawinan usia anak mempunyai resiko yang sangat tinggi. Lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.

“Ketika kita berbicara mengenai ada yang meminta dispensasi untuk menikah bagi anak di bawah usia yang diatur Undang-Undang, maka hal itu perlu digali lebih dalam lagi, berapa banyak anak yang berada di bawah usia 18 ataupun yang berada di antara usia 18 dan 19 tahun," ungkap Ledia dalam talkshow yang digelar secara virtual dan fisik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 16 Maret 2021. 

Selain itu, ia mengatakan, faktor ekonomi menjadi salah satu hal yang sangat penting bagi banyak orangtua yang kehilangan pekerjaan akibat adanya pandemi, yang merasa beban hidupnya berat, kemudian mendorong anak-anak mereka yang telah memiliki pasangan untuk menikah.

Baca Juga: Ancam Kesejahteraan Petani, Ridwan Kamil Minta Pusat Tunda Impor

Baca Juga: Update Corona di Indonesia Hari Ini: Penambahan Kasus Sembuh Melonjak dan Lampaui Kasus Positif Covid-19

"Dalam kondisi yang tidak pandemi saja banyak orang tua yang berpikir, dengan menikahkan anak mereka, maka akan mengurangi beban dalam rumah tangga mereka. Kemudian disuruh anak-anak mereka untuk menikah sementara mereka belum mempunyai kematangan dalam hal berumah tangga," ucap politisi Fraksi PKS itu.

Selain itu, sambung Ledia, ada juga data yang menyebutkan karena adanya kebijakan sekolah di rumah selama pandemi yang membuat aktivitas anak menjadi tidak banyak, sehingga mendorong orang tua untuk cenderung menikahkan anaknya yang telah memiliki pasangan untuk menghindari perbuatan yang dilarang agama.

“Problem utamanya adalah semuanya kembali kepada keluarga. Bagaimana keluarga melakukan pendidikan dan mematangkan (kepribadiaan) anak-anak,” tandas legislator dapil Jawa Barat I itu.

Mulai dari persoalan tumbuh kembang anak, kesehatan reproduksi, kesehatan mental, pendidikan, pergaulan, hingga ekonomi semuanya terganggu. Tetapi ironisnya perkawinan anak tetap saja terus terjadi, bahkan semakin menjadi-jadi di tengah pandemi.***

Editor: Haidar Rais

Sumber: DPR

Tags

Terkini

Terpopuler