Waspada! Kematian Akibat DBD di Indonesia Tembus 777 Kasus, Tertinggi di Jawa Barat

Penulis: Ema Rachmawati
Editor: Rifki Abdul Fahmi
Petugas melakukan pengasapan atau fogging untuk menekan kasus DBD yang kembali tinggi
Petugas melakukan pengasapan atau fogging untuk menekan kasus DBD yang kembali tinggi /Pikiran Rakyat/Nurhandoko Wiyoso/

PRFMNEWS - Hari Demam Berdarah Dengue (DBD) ASEAN diperingati setiap tanggal 15 Juni. Ditetapkannya hari demam berdarah merupakan bentuk pengingat soal bahaya demam berdarah yang angkanya masih saja tinggi terutama di wilayah Asia Tenggara.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengklaim kasus kumulatif DBD di Indonesia hingga pekan ke-22 tahun 2024 terdapat hampir 120 ribu kasus dan angka tersebut melebihi total kasus DBD pada 2023 yang hanya 114.700.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi menyebutkan, kematian akibat DBD pada 2024 sejauh ini sudah 777, sementara pada 2023 sebanyak 894 kasus.

"Kalau kita lihat di sini, jumlah paling banyak, tetap paling banyak adalah Jawa Barat. Kemudian tahun ini disusul DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah," ujar Imran, menukil dari ANTARA.

Baca Juga: Ada Peningkatan Kasus DBD, Bupati Bandung Dadang Supriatna Ajak ASN Gerakkan Masyarakat Bersihkan Lingkungan

Meskipun terus jumlah kasus meningkat, angka kematian akibat DBD menunjukkan penurunan. Pada 2023, jumlah kematian akibat DBD mencapai 894 kasus, sedangkan pada 2024 sampai dengan pekan ke-22 terdapat 777 kasus kematian.

Tahun ini, terdapat lima kabupaten/kota dengan jumlah kasus DBD tertinggi, yaitu Bandung, Depok, Tangerang, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur, setelah itu disusul oleh Jawa Tengah.

Adapun untuk kasus kematian, ujarnya, Jawa Barat tertinggi, dan disusul Jawa Tengah, lalu Jawa Timur.

“DKI malah nggak muncul di sini. Kalau saya sih melihat sebetulnya kunci penanganannya, di DKI ini begitu terdeteksi orang demam berdarah, langsung masuk, opname. Karena kalau disuruh pulang, kita susah untuk melakukan monitoring,” ujar Imran.

Menurut dia, dalam penanganan DBD yang terpenting adalah komitmen pemerintah, kolaborasi, serta inovasi-inovasi. Dia menilai komitmen pemerintah daerah penting karena mereka yang memiliki kendali di daerahnya.

Baca Juga: Tembus 60.296 Kasus DBD dan 6.500 Kasus Flu Singapura di Indonesia, Pemudik Diminta Waspada

Imran memberikan contoh kasus di daerah Kupang dan Probolinggo. Kedua daerah ini sukses dalam menurunkan kasus DBD.

Kupang kasusnya turun pada 2022 dan 2023, karena setiap Jumat walikotanya memberikan instruksi untuk semua ASN untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk secara serentak dan dilakukan secara konsisten.

Untuk Kota Probolinggo, terjadi penurunan kasus DBD karena Pj Bupatinya setiap Jumat berkeliling untuk melihat pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk. Terus dilakukan dan semua pihak mendukung untuk kegiatan ini.

Dalam kesempatan itu, Imran menjelaskan bahwa meski siklus bulanan aedes aegypti sudah lewat, namun risiko terjadinya penyebaran demam berdarah tetap tinggi sepanjang tahun, karena suhu dan cuaca sudah tidak menentu lagi.

Dia menjelaskan bahwa Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menyebut bahwa puncak kemarau pada Juli dan Agustus, dan nyamuk aedes aegypti sering menggigit apabila suhunya meningkat.

Di sisi lain, katanya, hujan saat ini tidak menentu. Contohnya hujan hari ini, namun lima hari selanjutnya tidak hujan. Menurut dia, hal tersebut berbahaya, karena genangan air tidak tergantikan, sehingga menjadi tempat untuk nyamuk berkembang biak.***

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Trending

Berita Pilgub