Menurut dia, dalam penanganan DBD yang terpenting adalah komitmen pemerintah, kolaborasi, serta inovasi-inovasi. Dia menilai komitmen pemerintah daerah penting karena mereka yang memiliki kendali di daerahnya.
Baca Juga: Tembus 60.296 Kasus DBD dan 6.500 Kasus Flu Singapura di Indonesia, Pemudik Diminta Waspada
Imran memberikan contoh kasus di daerah Kupang dan Probolinggo. Kedua daerah ini sukses dalam menurunkan kasus DBD.
Kupang kasusnya turun pada 2022 dan 2023, karena setiap Jumat walikotanya memberikan instruksi untuk semua ASN untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk secara serentak dan dilakukan secara konsisten.
Untuk Kota Probolinggo, terjadi penurunan kasus DBD karena Pj Bupatinya setiap Jumat berkeliling untuk melihat pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk. Terus dilakukan dan semua pihak mendukung untuk kegiatan ini.
Dalam kesempatan itu, Imran menjelaskan bahwa meski siklus bulanan aedes aegypti sudah lewat, namun risiko terjadinya penyebaran demam berdarah tetap tinggi sepanjang tahun, karena suhu dan cuaca sudah tidak menentu lagi.
Dia menjelaskan bahwa Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menyebut bahwa puncak kemarau pada Juli dan Agustus, dan nyamuk aedes aegypti sering menggigit apabila suhunya meningkat.
Di sisi lain, katanya, hujan saat ini tidak menentu. Contohnya hujan hari ini, namun lima hari selanjutnya tidak hujan. Menurut dia, hal tersebut berbahaya, karena genangan air tidak tergantikan, sehingga menjadi tempat untuk nyamuk berkembang biak.***