Kenapa Potensi Awal Puasa Ramadhan 2024 Beda, Lebaran Idul Fitri Sama? BRIN Beri Penjelasan

- 8 Maret 2024, 20:00 WIB
Ilustrasi: Penentuan awal puasa Ramadan, pemerintah akan menggelar sidang Isbat
Ilustrasi: Penentuan awal puasa Ramadan, pemerintah akan menggelar sidang Isbat /Pexels/Thirdman

PRFMNEWS – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan alasan potensi terjadinya perbedaan penetapan awal puasa 1 Ramadhan 1445 Hijriah (H) pada bulan Maret 2024 di Indonesia, namun tanggal Lebaran Idul Fitri 1 Syawal 1445 H pada April 2024, sama.

Alasan kenapa potensi hari pertama puasa Ramadhan 2024 di Indonesia berbeda, sedangkan tanggal Lebaran Idul Fitri 2024 sama dijelaskan Peneliti Astronomi dan Astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin.

"Kalau dilihat dari prinsip kalender, perbedaan itu terjadi karena perbedaan kriteria dan perbedaan otoritas," kata Thomas Djamaluddin di Jakarta, Jumat 8 Maret 2024.

Baca Juga: Napak Tilas KAI Ungkap Kondisi Jalur KA Mati Banjar-Pangandaran di 2024, Kapan Direaktivasi Kemenhub?

Thomas menjelaskan kriteria hilal (fase Bulan sabit muda pertama) untuk menentukan awal bulan Hijriah yang secara resmi diadopsi pemerintah Indonesia dan ormas-ormas Islam sejak 2022 hingga saat ini adalah tinggi minimal 3 derajat Celcius dan elongasi atau jarak pisah Bulan dengan Matahari sebesar 6,4 derajat.

Menurut Thomas, kriteria hilal tersebut sudah disepakati oleh para menteri agama di Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia, dan Singapura (MABIMS). Kesepakatan perubahan ini ditandai penandatanganan surat bersama ad referendum pada 2021 terkait penggunaan kriteria baru MABIMS di Indonesia mulai 2022, di mana sebelumnya kriteria hilal awal Hijriah adalah ketinggian 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam.

Adanya perubahan kriteria hilal tersebut turut berpengaruh terhadap penentuan awal bulan Hijriah, karena di Indonesia menggunakan metode hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan). Thomas mengatakan rukyat dan hisab secara astronomi dinilai setara dalam penentuan awal bulan Hijriah, sehingga tidak ada dikotomi antara keduanya.

Baca Juga: Besok Istighosah Kubro Digelar di Depan Gedung Sate, Acara Mulai dari Pagi

“Metode rukyat hilal diterapkan pada tanggal 29 H untuk melaksanakan contoh Rasul (ta’abudi). Agar rukyat akurat, arahnya dibantu dengan hasil hisab. Hisab bisa digunakan untuk membuat kalender sampai waktu yang panjang di masa depan. Agar hisab merujuk juga pada contoh Rasul, maka kriterianya dibuat sesuai dengan hasil rukyat jangka panjang, berupa data visibilitas hilal atau imkan rukyat (kemungkinan bisa dirukyat),” jelas dia.

Sehingga dia kembali menegaskan bahwa penerapan rukyat dan hisab bisa dipersatukan dengan kriteria visibilitas hilal atau imkan rukyat. Maka terjadinya perbedaan awal bulan Hijriah seperti Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah, bukan karena perbedaaan antara metode hisab dan rukyat, melainkan karena perbedaan kriteria hilal.

Adapun wilayah di dunia yang sudah memenuhi kriteria hilal sesuai MABIMS 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat pada 10 Maret 2024 saat sidang isbat Kemenag RI digelar, diperkirakan baru berada di Benua Amerika, sedangkan Asia Tenggara belum terpenuhi.

Baca Juga: Lowongan Kerja RS Unpad Maret 2024 Ada 26 Posisi, Berikut Link Pendaftaran dan Syaratnya

Sehingga kemungkinan besar pada 10 Maret 2024 setelah Maghrib hampir seluruh wilayah Indonesia tidak ada yang berhasil melihat hilal atau hilal belum tampak.

“Berdasarkan faktor kondisi itulah yang akan membuat awal Ramadhan di Indonesia diperkirakan jatuh pada 12 Maret 2024. Penetapan 1 Ramadhan 1445 H oleh Pemerintah ini akan diumumkan berdasarkan hasil sidang isbat yang digelar Kementerian Agama pada Minggu 10 Maret 2024,” tuturnya.

Namun, lanjut Thomas, ada organisasi masyarakat atau ormas Islam yang menggunakan kriteria hilal berbeda, yakni wujudul hilal.

Wujudul hilal adalah kriteria penentuan awal bulan Hijriah dengan menggunakan prinsip Ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima’ qablal qhurub), dan Bulan terbenam setelah Matahari terbenam (moonset after sunset). Maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan Hijriah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) Bulan saat Matahari terbenam.

Baca Juga: Lowongan Kerja EIGER 2024 Area Bandung untuk Berbagai Posisi, Link dan Syarat Daftar Cek di Sini

“Pada 10 Maret 2024 di Indonesia, posisi Bulan sudah di atas ufuk (hilal sudah wujud) dan sudah positif. Di Jakarta, posisi Bulan tingginya 0,7 derajat dan elongasi sudah di atas ufuk, namun masih kurang dari 6,4 derajat.

Organisasi masyarakat itu lantas memutuskan awal Ramadhan jatuh pada 11 Maret 2024.

"Pemerintah mengumumkan pada sidang isbat, tapi otoritas ormas dan pimpinan ormas sudah mengumumkan lebih dahulu," ujarnya.

Meski awal Ramadhan berbeda, katanya, tanggal Lebaran ada persamaan, baik pemerintah maupun organisasi masyarakat.

Baca Juga: Viral Bak Film Aksi, Begini Kronologi Sopir Truk Ugal-ugalan di Sukabumi Dikejar dan Ditangkap Polisi

Pada 9 April 2024, posisi Bulan di wilayah Indonesia sudah cukup tinggi lebih dari 6 derajat dan elongasi sekitar 8 derajat. Faktor itu secara hitung-hitungan sudah memenuhi kriteria MABIMS, yakni minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.

"Saat sidang isbat (penetapan 1 Syawal 1445 H) tanggal 9 April 2024 akan diputuskan bahwa Idul Fitri jatuh pada 10 April 2024. Itu sama dengan kriteria wujudul hilal yang sudah dilakukan salah satu ormas, sehingga nanti Idul Fitri akan seragam tanggal 10 April 2024," kata Thomas.***

Editor: Indra Kurniawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x