Pemerintah Harus Perbaiki Transportasi Publik Jika Ingin Naikkan Pajak Motor BBM

- 30 Januari 2024, 12:30 WIB
Ilustrasi kemacetan.
Ilustrasi kemacetan. /Antara/Fakhri Hermansyah/

PRFMNEWS - Baru-baru ini Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah berencana untuk menaikkan pajak kendaraan bermotor konvensional atau motor berbahan bakar bensin.

Wacana untuk menaikkan pajak kendaraan sepeda motor non-listrik guna mensubsidi transportasi umum seperti LRT atau kereta cepat.

Hal tersebut diungkapkannya dalam sambutannya lewat sebuah video yang diputar pada peresmian peluncuran sebuah jenama dan produk kendaraan berbasis baterai di Jakarta, Kamis, 18 januari 2024.

Meskipun, belakangan Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi menegaskan bahwa tidak ada rencana pemerintah untuk menaikkan pajak sepeda motor berbahan bakar minyak (BBM) dalam waktu dekat.

Baca Juga: Sambangi Menko Luhut, Asosiasi dan Pengusaha Bahas Penundaan Pajak Hiburan

Namun, wacana kenaikan pajak sepeda motor mendapat tanggapan beragam dari berbagai kalangan. Di satu sisi kenaikan pajak dinilai bisa menjadi solusi untuk mendukung dan membentuk ekosistem kendaraan listrik. Namun di sisi lain wacana itu dinilai memberatkan masyarakat.

Salah satunya dari pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan perlu ada upaya untuk memperbaiki transportasi publik sebelum pemerintah mengeluarkan rencana untuk menaikkan pajak motor berbahan bakar bensin (BBM).

"Perbaiki dulu transportasi publiknya, selama itu tidak dilakukan dengan benar ya percuma," ujarnya dikutip PRFMNEWS dari ANTARA.

Djoko mengapresiasi dukungan pemerintah untuk mendorong transportasi umum, namun ia menyayangkan jika dukungan tersebut jadi dalih untuk memaksa masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik.

Baca Juga: Sambangi Menko Luhut, Asosiasi dan Pengusaha Bahas Penundaan Pajak Hiburan

Djoko mengemukakan, pemerintah perlu belajar dari Kota Agats, Kabupaten Asmat, Provinsi Papua Selatan, yang sudah menggunakan kendaraan listrik (electric vehicle) sejak 2007 untuk bermobilitas akibat keterbatasan akses BBM.

"Pemerintah seperti memaksakan diri agar orang beli motor listrik. Menurut saya, seharusnya tidak seperti itu," kata Djoko.

Pada 2018, setidaknya ada sebanyak 1.280 motor listrik yang berlalu-lalang dan digunakan oleh penduduk Agats.

Jarang atau bahkan hampir tidak ada penduduk yang menggunakan kendaraan dengan bahan bakar bensin.

Motor dengan BBM biasanya hanya digunakan oleh pihak kepolisian, sedangkan kendaraan berupa mobil hanya dipakai oleh rumah sakit dalam bentuk ambulans atau mobil pemerintah.

Dan saat ini sudah ada lebih dari 4.000 unit kendaraan listrik. Menariknya, tidak ada Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) dan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), meskipun mayoritas menggunakan motor listrik. Masyarakat masih mengisi daya motor listrik mereka di rumah masing-masing.

Baca Juga: Pemkot Bandung Dorong Pembukaan Kembali Exit Tol KM 149

Penggunaan motor listrik di Agats dikategorikan sebagai sepeda sehingga para pemiliknya tidak perlu memiliki surat tanda nomor kendaraan (STNK) maupun surat izin mengemudi (SIM). Penggunaan motor listrik di sana hanya membayar retribusi ke pemda setempat berdasarkan Perda No. 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum.

Selain itu ada juga Perda No. 7 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha dan Perbub No. 24 Tahun 2017 tentang Angkutan Darat dan Sungai.

"Kota Agats sudah memberikan contoh suatu wilayah yang mengalami kesulitan distribusi BBM tidak selalu mempertahankan tetap menggunakan kendaraan motor bakar. Kita punya kearifan lokal yang bisa ditiru, jangan semuanya berdasarkan standar Jakarta," pungkas Djoko.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah