Penyelenggara Pemilu Badan Adhoc dan Penguatan Demokrasi

- 3 Februari 2023, 17:30 WIB
Komisioner KPU Kota Bandung Ahmad Nur Hidayat
Komisioner KPU Kota Bandung Ahmad Nur Hidayat /

PRFMNEWS - Salah satu tahapan krusial dalam pemilihan umum adalah terbentuknya tenaga Badan Adhoc penyelenggara Pemilu yang menjadi ujung tombak terwujudnya pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu yang berkualitas dan berintegritas.

Posisi Badan Adhoc pemilu menjadi garda terdepan karena langsung bersentuhan dengan masyarakat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Badan Adhoc penyelenggara pemilu terdiri dari anggota dan sekretariat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN). Sampai tulisan ini dibuat, telah terbentuk Badan Adhoc di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan baik itu KPU ataupun Bawaslu se-Indonesia.

Baca Juga: Wisata Budaya Sekaligus Edukasi di Saung Angklung Udjo Kota Bandung

Dalam prinsip pedoman utama penyelenggara Pemilu, kehadiran Badan Adhoc diperlukan untuk mengatasi kompleksitas dan kekhususan bidang keahlian yang memiliki tanggung jawab atas aktivitas kepemiluan yang dilakukan. Sebab, terdapat elemen yang sangat esensial untuk pelaksanaan pemilu diantaranya menentukan siapa-siapa saja yang patut dipilih, menerima dan memvalidasi partai politik atau kandidat, melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara serta rekapitulasi dan tabulasi suara.

Lembaga penyelenggara Adhoc harus dapat menjamin legitimasi dan kredibilitas proses Pemilu yang menjadi tanggungjawabnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Terdapat prinsip yang sangat fundamental yakni independensi, imparsialitas, integritas, transparansi, efisiensi, profesinalisme dan berorientasi pada pelayanan (Desain Penyelenggaraan Pemilu: Buku Pedoman The International IDEA, 2009).

Prinsip tersebut menjadi dasar yang sangat kuat bagi penyelenggaraan kepemiluan dan penting dalam menjamin integritas proses Pemilu. Penyelenggara pemilu Adhoc adalah jantung dari pemilu berintegritas. Terdapat empat aspek utama dalam pemilu berintegritas yaitu akuntabilitas, transparansi, perilaku etik (ethical behaviour) dan akurasi (ACE Project,2013).

Baca Juga: Terlibat Langsung Penanganan Sampah, Siswa SMKN 15 Bandung Geluti Kang Pisman

Pemilu serentak 2024 menjadi tantangan berat untuk penyelenggara Pemilu Badan Adhoc. Sebab, di tahun yang sama juga diselenggarakan pemilihan serentak 2024 (the biggest one day elections in the world), dimana tahapan penyelenggaraan juga akan berhimpitan.

Pemilu serentak 2019 menjadi potret yang cukup nyata bahwa proses pelaksanaan pemilu masih mengalami banyak permasalahan terutama dalam hal teknis di lapangan. Dalam hal ini, KPU telah melakukan upaya terobosan dan perbaikan agar apa yang terjadi di pemilu sebelumnya tidak kembali terulang.

Penguatan yang dilakukan oleh KPU melalui optimalisasi pendidikan pemilih, bimbingan teknis tematik, serta penguatan literasi regulasi dengan memberikan pemahaman kepada Badan Adhoc di tingkat kecamatan dan kelurahan/desa agar Badan Adhoc ini mampu menyelesaikan masalah dilapangan dan memahami standar etik penyelenggaraan. Sebab, KPU menyadari penguatan kapasitas penyelenggara dengan perencanaan yang matang dan independen menjadi hal yang sangat penting.

Baca Juga: Harga Beras di Kabupaten Bandung Mulai Naik, Pemkab Ungkap Penyebabnya

Kompleksitas yang akan dihadapi oleh penyelenggara Badan Adhoc tidaklah mudah.

Perlu adanya komitmen dan saling menguatkan antara jajaran Komisioner termasuk juga dengan jajaran internal Sekretariat dalam hal memperkuat kapasitas SDM di tubuh penyelenggara pemilu Badan Adhoc.

Perlu diakui bahwa problem kapasitas sumber daya manusia menjadi faktor tersendiri sehingga menimbulkan berbagai polemik dalam proses pengambilan keputusan.

Dengan memperkuat kapasitas utamanya terhadap regulasi kepemiluan, maka diharapkan mampu memberikan solusi atas persoalan yang terkait dengan persoalan teknis yang diakibatkan kesalahpahaman memahami tafsir penyelenggara Badan Adhoc atau terjadi adanya perbedaan tafsir antara penyelenggara pemilu.

Baca Juga: Herbal yang Bisa Bantu Keluarkan Lendir yang Bikin Sesak Nafas, kata dr. Zaidul Akbar

Problem yang seringkali muncul misalnya pada tahapan pemutakhiran daftar pemilih, kampanye, logistik hingga tahapan rekapitulasi pemungutan dan penghitungan suara. Perbedaan tafsir yang terjadi dapat mempengaruhi integritas proses penyelenggaraan pemilu yang sedang dijalankan.

Integritas dan Kemandirian

Amanat Pasal 22E Ayat 5 UUD 1945 menyebutkan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.

Definisi dari mandiri adalah semua keputusan dibuat berdasarkan pertimbangan sendiri, bukan atas intervensi dari lembaga lain apalagi diintervensi secara politik.

Memang, satupun tidak ada yang bisa menjamin integritas atau kemandirian penyelenggara Pemilu, terkecuali hal tersebut sudah tertanam dalam diri dan menjadi komitmen kuat, dalam kondisi apapun tetap akan berpegang teguh pada prinsip aturan yang telah ditetapkan.

Tidak tergiur oleh kepentingan sesaat yang akan mengancam kredibilitas lembaga dan mencederai demokrasi.

Penyelenggara Badan Adhoc sudah semestinya dapat bekerja secara professional dan adil. Tidak ada diskriminasi dan memperlakukan hal yang berbeda antar satu peserta pemilu dengan peserta pemilu yang lain.

Baca Juga: Tunggakan Kredit Petani Milenial Secara Bertahap Mulai Diselesaikan

Selama proses penyelenggaraan tahapan Pemilu Serentak 2024 berlangsung, sudah semestinya penyelenggara Badan Adhoc dapat menjaga independensi dengan peserta pemilu karena gerak gerik penyelenggara tentunya akan diawasi oleh masyarakat termasuk juga antar peserta pemilu.

Pemilu dapat terselenggara dengan jujur dan adil apabila penyelenggara bebas dari berbagai macam intervensi dan ancaman dari kelompok manapun.

Penyelenggara pemilu diberikan kebebasan oleh konstitusi untuk menjalankan penyelenggaraan pemilu dengan netral.

Netral dan imparsial dimana setiap penyelenggara menjadi hal mendasar karena dengan pelaksanaan pemilu yang demokratis dan berintegritas akan memberikan ruang kompetisi bagi semua peserta secara fair (Widodo, 2020).

Kasus yang berkaitan dengan ancaman integritas di pemilu dan pemilihan lalu, sejatinya menjadi pembelajaran yang sangat berharga. Bahwa integritas haruslah diatas segalanya.

Baca Juga: Atasi Kenaikan Harga Beras, Jokowi Minta Bulog Gencarkan Operasi Pasar

Panitia khusus untuk pemilu akan menjadi penopang demokrasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Birch (2011) yang berjudul Electoral Malpractice mengungkapkan bahwa malapraktik pemilu sebagai tindakan yang dilakukan kandidat untuk memanipulasi proses dan hasil pemilu dengan tekanan tekanan di tingkat penyelenggara. Tingkat penyelenggara yang paling rentan terjadi adalah di lembaga adhoc.

Pemungutan dan penghitungan suara menjadi tahapan yang sangat rawan dalam terjadinya malapraktik dalam pemilu (Husin, 2021).

Tidak hanya itu, aduan masyarkat yang diajukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memperlihatkan bahwa penyelenggara Pemilu Badan Adhoc menempati posisi teratas.

Misalnya saja pelanggaran yang dengan secara sengaja dilakukan dengan peserta pemilu saat rekapitulasi perolehan suara yang kerap lazim terjadi hasil persidangan di Mahkamah Konstitusi.

Oleh karenanya, pelanggaran integritas penyelenggara Pemilu Badan Adhoc menjadi cacatan dan evaluasi penting untuk pemilu 2024 ditengah tahapan yang rumit dan kompleks dapat membuka celah terjadinya malapraktik yang semakin lebar.

Namun, penulis meyakini bahwa integritas yang dimulai dari penyelenggara terutama dari Badan Adhoc dapat mengantarkan pemilu kedepan berlangsung jujur, adil, beintegritas dan pelaksanaan demokrasi yang berkualitas.***

Editor: Indra Kurniawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah