Baca Juga: 4 Fakta Exit Tol KM 149 Gedebage yang Saat ini Ditutup dan Diharapkan Segera Dibuka Kembali
Manajer Program Transformasi Energi IESR, Deon Arinaldo menuturkan, Indonesia akan terbeban dengan biaya penerapan CCS pada PLTU yang mahal, biaya operasional yang rentan volatilitas serta tidak berkelanjutan.
Sedangkan pembangunan PLTN menjadi antiklimaks di tengah menurunnya kapasitas PLTN dunia setelah tragedi nuklir di Fukushima.
“Pada dekade ini, seharusnya strategi mitigasi emisi GRK Indonesia pada sektor energi dapat difokuskan pada pembangunan teknologi energi terbarukan dan energy storage yang sudah terbukti dapat menyediakan energi dengan biaya kompetitif dengan PLTU batubara yang masih dapat subsidi," kata Deon.
PLTS (energi surya) dan PLTB (energi angin) secara waktu konstruksi dapat dilakukan dengan cepat, sehingga pekerjaan rumah yang perlu diperbaiki adalah bagaimana menyiapkan pipeline proyek-proyek yang siap untuk diinvestasikan serta proses pengadaan di PLN,” imbuhnya.***