Unpad Riset Fenomena Komentar Netizen di Medsos, Ketikan Ujaran Kebencian Selalu Muncul

1 Februari 2022, 20:00 WIB
Ilustrasi netizen mengetik komentar. /PIXABAY


PRFMNEWS - Fenomena komentar netizen ternyata menarik rasa penasaran Guru Besar Fikom Unpad, Prof. Dr. Atwar Bajari, M.Si., untuk melakukan riset khususnya terkait ujaran kebencian di media sosial Facebook.

Prof. Atwar memaparkan hasil risetnya dalam diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Ujaran Kebencian dalam Kultur Media Sosial” yang diselenggarakan Dewan Profesor Unpad secara virtual, Sabtu 29 Januari 2022.

Dalam riset, Prof. Atwar fokus terhadap dua isu yakni seputar Pilpres 2019 dan penanganan pandemi Covid-19.

Baca Juga: Viral Sekelompok Bocah Melakukan Tindak Kekerasan pada Seorang Ibu, Netizen: Krisis Adab

Sebanyak 11.504 komentar ia analisis dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Tujuannya, melihat seberapa jauh ujaran kebencian tersebut muncul dalam ruang media sosial.

Terkait isu Pilpres 2019, Prof. Atwar menemukan bahwa ujaran kebencian dari kolom komentar suatu akun cenderung dua arah. Sebagai contoh, ketika kelompok pro-pemerintah melemparkan satu isu tertentu, maka pihak lain, dalam hal ini oposisi, akan melawan isu tersebut.

"Jika saya perhatikan, komentar ini seolah-olah seperti obrolan yang secara langsung,” ucap Atwar dalam rilis resmi Unpad.

Baca Juga: Keluhkan Banyak Pemotor Parkir di Trotoar Dago Setiap Malam Minggu, Netizen : Asa Makin Rudet

Menariknya, meski status yang diunggah kelompok tersebut bersifat netral dan tidak ada tendensi ke sebuah isu, komentar yang bernada ujaran kebencian tetap saja ada.

“Terkadang akun-akun pro-pemerintah atau oposisi tidak selamanya melemparkan kritik, tetapi pada praktiknya tetap saja bisa menimbulkan serangan dalam bentuk kata-kata yang menyinggung dalam bentuk komentar netizen,” papar Prof. Atwar.

Sedangkan terkait isu penanganan Covid-19, dari 10 unggahan, Prof. Atwar menemukan hampir setiap unggahan akan menimbulkan respons ujaran kebencian.

Beberapa isu yang memiliki ujaran kebencian tertinggi adalah pada respons pada pemerintah lokal, kebijakan protokol kesehatan, hingga isu-isu agama tertentu.

Baca Juga: Polisi Tangani Kasus Dugaan Ujaran Kebencian dan SARA Ferdinand Hutahaean

“Komposisinya tidak jauh berbeda. Apapun yang dituliskan oleh admin (dua akun tersebut), selalu menimbulkan ujaran kebencian walaupun dalam jumlah sedikit,” imbuhnya.

Jika diklasifikan, jenis kata yang dilontarkan biasanya merupakan kelompok kata yang bersifat menjijikan, kasar, hingga pembodohan. Lontaran kata-kata ini bertujuan untuk melakukan penghinaan, intimidasi, tuduhan, sumpah serapah, atau mempromosikan kekerasan.

Namun rupanya, ada proses yang melatarbelakangi netizen mengeluarkan komentar ujaran kebencian.

Baca Juga: Kelompok Bermotor Konvoi di Bandung Semalam Buat Resah, Berujung Dibekuk Polisi, Netizen: Nanti Nangis

Awal mula kemunculan dari ujaran kebencian di Facebook dipicu dari sebuah peristiwa yang diproduksi menjadi suatu berita. Berita yang diproduksi bisa saja benar atau bahkan bisa menjadi palsu (hoaks).

Berita tersebut kemudian dikomentari tokoh elit, pemengaruh (influencer), atau pendengung (buzzer) melalui status yang diunggah di akun media sosialnya.

Unggahan tersebut kemudian direspons oleh pengikutnya. Komentar yang dihasilkan bisa berupa ujaran kebencian ataupun bukan.

“Begitu menyusun statusnya di ruang timeline, biasanya dimulailah produksi ujaran kebencian oleh para netizen,” kata Prof. Atwar.***

Editor: Rizky Perdana

Tags

Terkini

Terpopuler