“Padahal suhu muka air laut di Indonesia ini sudah hangat. Sudah di atas 26 derajat celcius atau bahkan sudah 28 derajat celcius atau lebih. Artinya, terjadilah gap, perbedaan yang nyata antara suhu muka air laut di Samudera Pasifik tengah ekuator dengan suhu muka air laut di Indonesia,” ujar Dwikorita.
Akibatnya, menurut Dwikorita, terjadilah perbedaan tekanan udara yang menyebabkan terjadinya aliran masa udara basah dari Samudera Pasifik menuju ke kepulauan Indonesia. Aliran masa udara basah ini semakin menguat, karena perbedaan suhu semakin tinggi.
Baca Juga: Duh! Lagi-Lagi Banyak Pejalan Kaki dan Pesepeda yang Lintasi Flyover Pasupati untuk Berolahraga
Terlebih lagi, Indonesia saat ini tengah masuk pada musim penghujan yang curah hujannya cukup tinggi.
“Berdampak pada penambahan uap air dan pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia yang sebetulnya saat ini sudah terjadi penguapan yang intensif dan pembentukan awan hujan akibat dari masuknya musim hujan. Sehingga terjadi penambahan yang diprediksi menambah akumulasi curah hujan bulanan dan musiman yang meningkat sampai 20-40% di atas normal,” kata dia.
Untuk menanggulangi hal ini, ia mengaku pihaknya telah bekerja sama dengan PUPR, Badan Geologi, Kementerian Lingkungan Hidup, hingga pemerintah daerah di Indonesia untuk meminimalisir dampak yang terjadi.
Baca Juga: Terasa Hingga Bandung, Ini Titik Gempa yang Terjadi Minggu 25 Oktober 2020 Pagi Ini
Ia pun meminta masyarakat untuk senantiasa aktif dalam memantau perkembangan fenomena ini dari BMKG.