Diprotes Anker, Pakar ITB Ungkap Risiko Terburuk Jika Tiket KRL Berbasis NIK Diterapkan Pemerintah

Penulis: Agung Tri Nurcahyo
Editor: Indra Kurniawan
Kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek tiba di Stasiun Manggarai, Jakarta, Rabu (10/7/2024). PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp1,8 triliun pada tahun anggaran 2025 untuk menghindari terjadinya kelebihan muatan serta mendukung pengadaan angkutan penumpang KRL Jabodetabek, termasuk mendatangkan 11 rangkaian kereta baru dari luar negeri.
Kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek tiba di Stasiun Manggarai, Jakarta, Rabu (10/7/2024). PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp1,8 triliun pada tahun anggaran 2025 untuk menghindari terjadinya kelebihan muatan serta mendukung pengadaan angkutan penumpang KRL Jabodetabek, termasuk mendatangkan 11 rangkaian kereta baru dari luar negeri. /ANTARA/ERLANGGA BREGAS PRAKOSO/ANTARA FOTO

“Secara konsep, kebijakan tersebut dapat dianggap adil. Sebab masyarakat yang dinilai mampu bisa membayar lebih, sementara yang kurang mampu bisa mendapatkan bantuan,” tuturnya.

Untuk itu, Miming menyampaikan bahwa pada tataran implementasi, kebijakan tersebut bisa menimbulkan sejumlah risiko yang menjadi tantangan baru bagi pemerintah. Salah satu masalah utama yang bisa muncul jika kebijakan itu jadi diterapkan, yakni validitas dari NIK itu sendiri.

Baca Juga: Banyak Picu Kecelakaan, 25 Titik Pintu Perlintasan Liar Kereta Api Ditutup KAI Bandung Selama 8 Bulan

"Sebagaimana diketahui, data kependudukan di Indonesia masih sering kali bermasalah. Apabila terjadi kesalahan dan klasifikasi, penumpang yang seharusnya mendapatkan tarif lebih murah malah dapat dikenakan tarif yang tinggi," katanya.

Tak hanya itu, Miming juga menyebutkan adanya perbedaan tarif untuk layanan transportasi yang sama, berisiko memunculkan konflik di lapangan. Utamanya, ketika ada kesalahan dalam pembacaan data atau ketidakcocokan informasi.

Misalnya, ketika di lapangan, para penumpang tengah mengantri untuk masuk KRL, lalu terjadi kesalahan dalam pembacaan data. Sehingga hal tersebut dapat menimbulkan tarif yang dibebankan tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi mereka.

Baca Juga: Rekomendasi 5 Ramen Murah dan Enak Bercita Rasa Otentik di Bandung, Harga Menu Mulai Rp7 Ribu

"Hal ini berpotensi menimbulkan protes dan bahkan kerusuhan di stasiun. Dalam situasi seperti ini, potensi kekacauan massal sangat tinggi, dan ini tentunya menjadi risiko besar yang harus dipertimbangkan," jelasnya.

Ada pula kekhawatiran mengenai akses terhadap layanan KRL bagi kelompok-kelompok tertentu, seperti anak-anak, lansia, kaum disabilitas, atau masyarakat yang belum memiliki NIK maupun KTP elektronik.

"Bagi golongan tertentu, bisa dikecualikan dari skema ini dan dapat diberikan kebijakan tarif yang lebih sederhana. Atau bahkan gratis," ucapnya.

Halaman:

Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Trending

Berita Pilgub