Pengamat Sebut Airlangga Hartarto Mundur dari Ketum Golkar akibat Terlalu Dekat dengan 2 Tokoh Ini

Editor: Rian Firmansyah
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah akan memantau mobilitas masyarakat dari Sumatera ke Jawa seiring adanya peningkatan kasus di Sumatera.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah akan memantau mobilitas masyarakat dari Sumatera ke Jawa seiring adanya peningkatan kasus di Sumatera. /BPMI


BANDUNG, PRFMNEWS - Mundurnya Airlangga Hartarto dari posisi Ketua Umum Partai Golkar baru-baru ini memicu berbagai spekulasi dan analisis di kalangan pengamat politik.

Salah satu pengamat yang turut memberikan pandangannya adalah M. Jamiluddin Ritonga. Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul menjelaskan mundurnya Airlangga akibat terlalu dekat dengan 2 tokoh penting.

Menurutnya desakan dari internal Partai Golkar agar Airlangga mundur berasal dari anggapan bahwa dirinya sudah tidak lagi independen dalam mengambil keputusan politik.

Jamiluddin mengemukakan bahwa ketidakindependenan ini terlihat dari beberapa keputusan strategis yang diambil Airlangga, yang dinilai lebih condong mendukung langkah politik keluarga Presiden Joko Widodo dibandingkan dengan kepentingan partai.

Baca Juga: Hunian ASN di IKN Terapkan Konsep Modern dan Digital, Begini Aplikasinya

Pertama, misalnya dalam Pilgub Sumatera Utara, Airlangga dinilai terlalu bersemangat mengusung Bobby Nasution, menantu Presiden Jokowi, sebagai calon yang didukung Golkar.

Kedua, Airlangga terlihat ingin mempromosikan putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, yang juga Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), untuk berpasangan dengan tokoh-tokoh tertentu seperti Jusuf Hamka atau Ridwan Kamil dalam Pilkada Jakarta.

Langkah ini dinilai sebagai bagian dari strategi Airlangga yang lebih mengutamakan hubungan politik dengan keluarga Jokowi daripada mempertimbangkan kepentingan internal Partai Golkar.

Baca Juga: Tegas! Pertamina PHK Petugas SPBU yang Lakukan Pungli Rp5 ribu kepada Pembeli Pertamax

Keputusan-keputusan tersebut, menurut Jamiluddin, membuat sejumlah kader Golkar merasa bahwa Airlangga sudah terlalu dekat dengan Jokowi dan presiden terpilih Prabowo Subianto serta kurang memperhatikan suara serta aspirasi internal partai.

Hal ini memunculkan pandangan bahwa Airlangga telah membuat beberapa blunder politik yang merugikan Golkar, terutama dalam pilkada di berbagai daerah.

Contoh lainnya di Jawa Barat, Airlangga memilih untuk mengusung Dedi Mulyadi, seorang tokoh yang bukan kader Golkar, sebagai calon yang didukung partai, meskipun elektabilitas Dedi jauh di bawah Ridwan Kamil.

Keputusan ini dianggap sebagai salah satu kesalahan strategis yang mencerminkan ketidakseimbangan dalam pertimbangan politik Airlangga.

Jamiluddin melihat keputusan Airlangga untuk mundur dari posisi Ketua Umum adalah langkah yang tepat.

Menurutnya hal ini diperlukan untuk membuka jalan bagi transformasi dan regenerasi di Partai Golkar, serta untuk menjaga keharmonisan dan keutuhan partai ke depannya.

Baca Juga: Kapolres Inisial R Diduga Lakukan Intimidasi Kasus Vina Cirebon, Susno Duadji Ngadu ke Kapolri: Segera Copot

Sebelumnya Airlangga Hartato telah mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar pada Minggu 11 Agustus 2024 lalu.

Dalam pengumumannya, Airlangga menyebut bahwa keputusan tersebut diambil demi menjaga stabilitas partai selama masa transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Proses pengunduran diri ini juga diiringi dengan rencana Partai Golkar untuk segera menyiapkan mekanisme organisasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Termasuk dalam proses ini adalah penunjukan pelaksana tugas ketua umum dan persiapan untuk menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub).

Airlangga berharap bahwa proses transisi ini akan berjalan damai, tertib, dan tetap menjaga marwah Partai Golkar sebagai partai besar yang matang dan dewasa.***


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Trending

Berita Pilgub