Isi Aturan Baru Jokowi, Aborsi Diizinkan Asal Penuhi Syarat dan Ketentuan, Simak Rinciannya

Penulis: Agung Tri Nurcahyo
Editor: Asep Yusuf Anshori
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan resmi berlaku usai diundangkan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada 26 Juli 2024 itu berisi aturan berupa syarat dan ketentuan melakukan aborsi bagi perempuan hamil.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan resmi berlaku usai diundangkan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada 26 Juli 2024 itu berisi aturan berupa syarat dan ketentuan melakukan aborsi bagi perempuan hamil. /Youtube Sekretariat Presiden

BANDUNG, PRFMNEWS – Tindakan aborsi diperbolehkan pemerintah selama memenuhi syarat dan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Beberapa pasal dalam PP No. 28 tahun 2024 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan resmi berlaku usai diundangkan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada 26 Juli 2024 itu berisi aturan berupa syarat dan ketentuan melakukan aborsi bagi perempuan hamil.

Daftar kategori perempuan hamil boleh aborsi, prosedur dan persyaratan, siapa pihak yang diizinkan melakukan proses aborsi, hingga hak asuh anak yang dilahirkan dari ibu korban perkosaan dan/atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan, secara rinci diatur dalam PP 28/2024.

Baca Juga: KAI Bagi-bagi Tiket Konser Sheila On 7 “Tunggu Aku Di”, Begini Cara Dapetinnya

Daftar kategori wanita hamil yang boleh atau tidak dilarang melakukan aborsi sesuai aturan dalam PP Kesehatan terbaru tersebut adalah apabila ada indikasi kedaruratan medis atau karena menjadi korban tindak pidana pemerkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.

“Setiap Orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana,” bunyi ketentuan dalam Pasal 116 PP 28/2024.

Kategori indikasi kedaruratan medis yang dimaksud Pasal 116 dijelaskan pada Pasal 117, yakni:
a. kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/atau
b. kondisi kesehatan janin dengan cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki sehingga tidak memungkinkan hidup di luar kandungan.

Baca Juga: Aturan Baru, Ada Sanksi Bagi Pembeli dan Penjual Rokok Eceran yang Resmi Dilarang Jokowi?

Selanjutnya Pasal 118 menyebutkan, kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan harus dibuktikan dengan sejumlah hal, yakni:

a. disebutkan surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.

b. keterangan penyidik mengenai adanya dugaan perkosaan dan/atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.

Pasal 119 ayat 1 menyebutkan, pelayanan aborsi yang diperbolehkan hanya dapat dilakukan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat lanjut yang memenuhi Sumber Daya Kesehatan sesuai standar yang ditetapkan oleh Menteri.

Lalu ayat 2 pasal tersebut menyebutkan, pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan oleh Tenaga Medis dan dibantu oleh Tenaga Kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.

Baca Juga: Pemilihan Bupati Bandung, Pasangan Sahrul Gunawan dan Gun Gun Gunawan Resmi Diusung oleh Partai Golkar

Kemudian pada Pasal 122 ayat 1 menyebutkan, pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan atas persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban tindak pidana perkosaan.

Ayat 2 pasal itu menyebutkan, pengecualian persetujuan suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.

“Dalam hal pelaksanaan pelayanan aborsi dilakukan pada orang yang dianggap tidak cakap dalam mengambil keputusan, persetujuan dapat dilakukan oleh keluarga lainnya,” bunyi ketentuan Pasal 122 ayat 3.

Pasal 123 menjelaskan bahwa dalam pelayanan aborsi harus diberikan pendampingan dan konseling sebelum dan setelah aborsi oleh tenaga medis, tenaga kesehatan, dan atau tenaga lainnya.

Pasal 124 ayat 1 menerangkan, dalam hal korban tindak pidana perkosaan dan/atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan memutuskan untuk membatalkan keinginan melakukan aborsi setelah mendapatkan pendampingan dan konseling, korban diberikan pendampingan oleh konselor selama masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan.

Baca Juga: Lebih Tua Dari Umur Indonesia, Pabrik Mie di Kota Bogor Ini Punya Sentuhan Unik dan Tanpa Bahan Pengawet

Ayat 2 menyebutkan, anak yang dilahirkan dari ibu korban tindak pidana perkosaan dan/atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan berhak diasuh oleh ibu dan/atau keluarganya.

“Dalam hal ibu dan atau keluarga tidak dapat melakukan pengasuhan, anak dapat diasuh oleh lembaga asuhan anak atau menjadi anak yang dipelihara oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi ketentuan Pasal 124 ayat 3. ***


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Trending

Berita Pilgub