Waspada Musim Kemarau 2024 Picu Kekeringan Meteorologis di Sejumlah Daerah Indonesia, Ini Penjelasan BMKG

Penulis: Agung Tri Nurcahyo
Editor: Rifki Abdul Fahmi
Kondisi tempat wisata Terasering Panyaweuyan di Majalengka yang tandus akibat kemarau panjang.
Kondisi tempat wisata Terasering Panyaweuyan di Majalengka yang tandus akibat kemarau panjang. /Pikiran Rakyat/Tati Purnawati/

PRFMNEWS - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut kekeringan meteorologis berpotensi terjadi di sejumlah wilayah Indonesia pada musim kemarau tahun 2024. Kekeringan meteorologis adalah kekeringan yang disebabkan karena tingkat curah hujan suatu daerah di bawah normal.

Meski sejumlah wilayah di Indonesia berpotensi mengalami kekeringan meteorologis pada musim kemarau 2024, hasil analisis BMKG mengungkap sebagian wilayah Indonesia masih akan terjadi hujan yang berdampak pada bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir, banjir bandang, banjir lahar, dan longsor. Sehingga BMKG mendesak pemerintah pusat dan daerah agar siaga bencana.

“Laporan kepada Presiden perihal kondisi iklim dan kesiapsiagaan kekeringan 2024 sudah kami sampaikan agar mendapat atensi khusus pemerintah, sehingga risiko dan dampak yang ditimbulkan dapat diantisipasi dan diminimalisir sekecil mungkin," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta.

Pada periode bulan Mei 2024, lanjut Dwikorita, mayoritas wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara sudah mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) sepanjang 21-30 hari atau lebih panjang. Tak hanya itu, hasil analisis curah hujan dan sifat hujan yang dilakukan BMKG menunjukkan bahwa kondisi kering sudah mulai memasuki wilayah Indonesia, khususnya di bagian Selatan Khatulistiwa.

Baca Juga: Kenapa Cuaca Panas Terik Terasa di Bandung Meski Belum Kemarau? BMKG Ungkap Penyebabnya

"Sebagian wilayah Indonesia sebanyak 19% dari Zona Musim sudah masuk Musim Kemarau dan diprediksi sebagian besar wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara segera menyusul memasuki musim kemarau dalam 3 dasarian (30 hari) ke depan. Kondisi kekeringan ini saat musim kemarau akan mendominasi wilayah Indonesia sampai akhir bulan September," paparnya.

Maka dari itu, Dwikorita menekankan agar daerah berpotensi alami kekeringan meteorologis yang ditandai dengan potensi curah hujan bulanan sangat rendah atau masuk kategori kurang dari 50 mm per bulan, perlu mendapatkan perhatian khusus untuk mitigasi dan antisipasi dampak kekeringan.

Adapun daftar daerah berpotensi alami kekeringan meteorologis pada musim kemarau 2024 meliputi sebagian besar Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Bali dan Nusa Tenggara, sebagian Pulau Sulawesi, dan sebagian Maluku dan Papua.

Sementara itu, dari hasil monitoring hotspot yang dilakukan dengan satelit, menunjukkan telah munculnya beberapa hotspot awal pada daerah-daerah rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sehingga diperlukan perhatian khusus untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran di sepanjang musim kemarau.

Baca Juga: Cuaca Cerah dan Langit Terlihat Biru di Bandung, Benarkah Musim Kemarau Sudah Tiba? Ini Kata BMKG

"Memperhatikan dinamika atmosfer jangka pendek terkini, masih terdapat jendela waktu yang sangat singkat yang bisa dimanfaatkan secara optimal sebelum memasuki periode pertengahan musim kemarau," ujar Dwikorita.

Lebih lanjut, BMKG memberikan sejumlah rekomendasi teknis yang bisa dilakukan sebagai langkah mitigasi dan antisipasi. Diantaranya, penerapan teknologi modifikasi cuaca untuk pengisian waduk-waduk di daerah yang berpotensi mengalami kondisi kering saat musim kemarau dan membasahi dan menaikkan muka air tanah pada daerah yang rawan mengalami karhutla ataupun pada lahan gambut.

“Agar upaya modifikasi cuaca dapat terlaksana dengan efektif dan efisien dalam memitigasi potensi bencana kekeringan, kami berharap agar Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian Pertanian dapat memastikan koneksitas jaringan irigasi dari waduk ke kawasan yang terdampak kekeringan benar-benar memadai,” jelas Dwikorita.

Kepada pemerintah daerah, BMKG merekomendasikan agar daerah yang masih mengalami hujan atau transisi dari musim hujan ke musim kemarau, untuk dapat segera mengoptimalkan secara lebih masif upaya untuk memanen air hujan.

Baca Juga: BMKG Ungkap Wilayah Terdampak dan Upaya Tekan Risiko Terburuk Akibat Pergerakan Sesar Lembang

Pemanenan dapat dilakukan melalui tandon-tandon/ tampungan-tampungan air, embung-embung, kolam-kolam retensi, sumur-sumur resapan, dan lain sebagainya seiring dengan upaya mitigasi dampak kejadian ekstrem hidrometeorologi basah yang sedang dilakukan.

"Terkait pertanian, maka pola dan waktu tanam untuk iklim kering pada wilayah terdampak dapat menyesuaikan. Karenanya, BMKG akan melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Menteri Pertanian dan Gubernur Provinsi terdampak," tutur Dwikorita.***


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Trending

Berita Pilgub