BMKG Sebut Kajian Megathrust Bukan untuk Buat Masyarakat Cemas, Namun untuk Peningkatan Mitigasi

- 1 Oktober 2020, 07:26 WIB
Pantai Manalusu, Desa Cigadog, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut.**
Pantai Manalusu, Desa Cigadog, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut.** /dok.PRFM

PRFMNEWS - Masyarakat Indonesia saat ini diramaikan dengan adanya isu ancaman gempa hebat yang dibarengi gelombang tsunami di zona egathrust. Terkait hal ini, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyatakan jika kajian gempa bumi dan tsunami di Indonesia perlu selalu didorong.

Namun demikian, penelitian ini perlu dilakukan bukan untuk menimbulkan kecemasan masyarakat, melainkan untuk penguatan sistem mitigasi bencana.

"Bukan untuk menimbulkan kecemasan dan kepanikan masyarakat, namun untuk mendukung penguatan sistem mitigasi bencana, sehingga kita dapat mengurangi atau mencegah dampak dari bencana itu, baik jatuhnya korban jiwa maupun kerusakan bangunan dan lingkungan," ungkap Dwikorita dalam siaran persnya di laman resmi BMKG.

Baca Juga: BMKG Minta Masyarakat Akhiri Kepanikan Terkait Potensi Gempa Megathrust di Selatan Jawa

Disebutkan dalam keterangan tersebut jika beberapa tahun yang lalu beberapa peneliti telah melakukan kajian potensi kejadian tsunami di Pantai Selatan Jawa yang dapat mencapai ketinggian 20 meter akibat gempa bumi di zona megahtrust. Metode, pendekatan, dan asumsi yang dilakukan dalam setiap penelitian tersebut berbeda, namun hasilnya kurang lebih sama, yaitu potensi terjadinya tsunami dengan ketinggian sekitar 20 meter, dalam waktu 20 menit gelombang tiba di pantai sejak terjadinya gempa.

Penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Widjo Kongko (2018), Ron Harris (2017 - 2019), dan yang terakhir oleh tim lintas lembaga yang dipimpin oleh ITB dan didukung oleh BMKG. Hasil penelitian tersebut diperlukan untuk menguatkan sistem mitigasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami, mengingat potensi kejadian gempabumi dan tsunami di Indonesia tidak hanya berada di pantai selatan Jawa saja, namun berpotensi terjadi di sepanjang pantai yang menghadap Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, ataupun pantai yang berdekatan dengan patahan aktif yang berada di laut (Busur belakang atau back arc thrusting, ataupun membentang sampai ke laut, dengan berbagai potensi ketinggian gelombang tsunami.

Baca Juga: Seorang Pria di Cimaung Terjun ke Sungai dengan Kondisi Surut, Diduga Upaya Bunuh Diri

Penelitian terakhir oleh ITB yang didukung oleh BMKG, KKP, dan BIG dilakukan berdasarkan analisis data-data kegempaan BMKG dan pemodelan tsunami dengan beberapa skenario. Skenario terburuk mengasumsikan jika terjadi gempabumi secara bersamaan di 2 segmen megathrust yang ada di selatan Jawa bagian Barat dan Selatan Jawa bagian Timur, yang mengakibatkan tsunami dengan tinggi gelombang maksimum 20 meter di salah satu area di selatan Banten, dan mencapai pantai dalam waktu 20 menit sejak terjadinya gempa.

"Mekanisme kejadian tsunami yang dimodelkan ini serupa dengan kejadian tsunami Banda Aceh tahun 2004, yang juga diakibatkan oleh gempabumi dengan Mw 9.1 dan tsunami mencapai pantai dalam waktu kurang lebih 20 menit. Hasil pemodelan ini dapat juga menjadi salah satu acuan bahwa lahan di pantai yang berada pada ketinggian lebih dari 20 meter, relatif lebih aman terhadap ancaman bahaya tsunami. Hasil pemodelan tersebut juga penting untuk penyiapan jalur dan tempat evakuasi, ataupun untuk penataan lahan di daerah rawan tsunami," lanjut Dwikorita.

Halaman:

Editor: Rifki Abdul Fahmi

Sumber: BMKG


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x