KSPI dan Buruh Indonesia Siapkan Aksi Besar-Besaran Tolak Omnibus Law Ciptaker

- 26 September 2020, 22:30 WIB
Ilustrasi penolakan omnibus law RUU Cipta Kerja.
Ilustrasi penolakan omnibus law RUU Cipta Kerja. /ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

PRFMNEWS - Sejak hari Jumat kemarin 25 September 2020, kemudian dilanjutkan pada hari ini Sabtu 26 September, telah dilakukan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Ciptaker) untuk klaster ketenagakerjaan pasal demi pasal.

Terkait dengan pembahasan tersebut, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan, bahwa pihaknya bersama KSPSI AGN dan 32 federasi yang lain meminta agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja.

Selain itu, serikat pekerja juga meminta tidak ada pasal-pasal di dalam UU 13/2003 yang diubah atau dikurangi.

"Bila ada permasalahan perburuhan yang belum diatur dalam UU No 13/2003 seperti penguatan fungsi pengawasan perburuhan, peningkatan produktifitas melalui pelatihan dan pendidikan, pengaturan regulasi pekerja industri startup, pekerja paruh waktu, pekerja tenaga ahli, dan sebagainya dalam rangka meningkatkan investasi dan menghadapi revolusi industri 4.0 maka mari kita dialog untuk dimasukan dalam Omnibus Law tapi tidak boleh sedikitpun merubah apalagi mengurangi isi UU No 13 Tahun 2003," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis yang diterima prfmnews.id, Sabtu 26 September 2020.

Baca Juga: Link Live Streaming West Brom vs Chelsea, Tayang Malam Ini Pukul 23.30 WIB di Mola TV

“Oleh karena itu, buruh Indonesia mendesak Panja Baleg DPR RI untuk menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja. Karena setelah kami mengikuti pembahasan dalam dua hari ini, sangat besar kemungkinannya akan terjadi pengurangan hak-hak buruh yang diatur dalam pasal-pasal di UU 13/2003,” ujarnya.

Said Iqbal menambahkan, sudah hampir bisa dipastikan jika dalam pembahasan ini terjadi kejar tayang antara pemerintah dan DPR RI untuk mengesahkan RUU Cipta Kerja pada 8 Oktober 2020.

“KSPI dan buruh Indonesia menolak keras sistem kejar tayang yang dipaksakan oleh pemerintah dan DPR RI, di mana omnibus law akan disahkan pada tanggal 8 Oktober 2020,” tegasnya.

Menurut Iqbal, bilamana dalam beberapa hari ke depan pihaknya melihat pembahasan pasal demi pasal tidak mengakomodir kepentingan kaum buruh dan dilakukan dengan sistem kejar tayang untuk memenuhi tenggat waktu 8 Oktober 2020, maka bisa dipastikan buruh dan seluruh serikat buruh akan menggelar aksi besar-besaran yang melibatkan ratusan ribu bahkan tidak menutup kemungkinan jutaan buruh, yang dilakukan sesuai dengan mekanisme konstitusi.

Baca Juga: Gugus Tugas Awasi Ketat Penerapan Protokol Kesehatan di Semua Tahapan Pilbup Bandung 2020

Aksi ini akan dilakukan secara begelombang setiap hari di DPR RI dan DPRD di seluruh Indonesia.

“Tidak hanya itu, KSPI bersama 32 konfederasi dan federasi yang lain sedang mempertimbangkan untuk melakukan mogok nasional sesuai mekanisme konstitusi,” tegas Said Iqbal.

Dalam aksi besar-besaran tersebut lanjutnya sudah terkonfirmasi, berbagai elemen masyarakat akan bergabung dengan aksi buruh.

Berbagai elemen yang siap untuk melakukan aksi bersama adalah mahasiswa, petani, nelayan, masyarakat sipil, masyarakat adat, penggiat lingkungan hidup, penggiat HAM, dan lain-lain.

Oleh karena itu, KSPI mendesak DPR RI untuk segera menghentikan pembahasan klaster ketenagakerjaan dan tidak mempunyai target waktu atau kejar tayang dalam melakukan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Baca Juga: KPAI Sebut Siswa dan Orangtua Minta Kuota Umum Bantuan Internet Diperbesar

Di sisi yang lain, KSPI mengapresiasi sikap tujuh fraksi yang dalam DIM (Daftar Inventaris Masalah) menyatakan dalam sandingannya untuk kembali kepada pasal-pasal di dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003.

Dengan kata lain, draft RUU Cipta kerja klaster ketenagakerjaan dikembalikan sesuai Undang-Undang No 13 Tahun 2003.

KSPI juga mengapresiasi pimpinan DPR dan Panja Baleg yang tergabung dengan tim perumus bersama serikat buruh yang menyatakan dalam sandingan DIM-nya kembali kepada isi Undang-Undang No 13 Tahun 2003.

“Namun demikian, bilamana komitmen ini dilanggar oleh DPR RI dan Panja Baleg RUU Cipta Kerja, maka bisa dipastikan perlawanan kaum buruh dan beberapa elemen masyarakat yang lain akan semakin massif,” tegasnya.

Said Iqbal mengingatkan, agar tidak ada target waktu dalam pembahasan RUU Cipta Kerja.

Tetapi yang ada adalah taget isi atau hasil, agar RUU Cipta Kerja bisa diterima semua pihak. Bukan maunya pemerintah saja.

Baca Juga: Sering Cedera Saat Bersepeda? Begini Tips untuk Mencegahnya

Adapun yang ditolak buruh dari Omnibus Law RUU Cipta Kerja antara lain hilangnya UMK dan UMSK, adanya upah padat karya, kenaikan upah minimum hanya pertumbuhan ekonomi tanpa menambah inflasi, PHK dipermudah, hak upah atas cuti hilang, cuti haid hilang.

Kemudian karyawan kontrak seumur hidup, karyawan outsourcing seumur hidup, nilai pesangon dikurangi bahkan komponennya ada yang dihilangkan, jam kerja eksploitatif, TKA buruh kasar mudah masuk ke Indonesia mengancam lapangan kerja untuk pekerja lokal, jaminan kesehatan dan pensiun hilang dengan berlakunya sistim kontrak dan outsourcing seumur hidup, dan hilangnya sanksi pidana.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x