Soal Politik Dinasti, Pengamat: Di Luar Negeri Punya Kapasitas, di Indonesia Dipaksakan

- 25 Juli 2020, 20:43 WIB
Agus Harimurti Yudhoyono dan Gibran Rakabuming Raka
Agus Harimurti Yudhoyono dan Gibran Rakabuming Raka //Instagram/@agusyudhoyono/@gibran_rakabuming

PRFMNEWS - Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Dr. Ujang Komarudin mengatakan, di Indonesia tidak ada undang-undang yang mengatur mengenai politik dinasti.

Oleh karenanya, hal itu memberikan celah bagi kelompok oligarki untuk memperkokoh praktik politik dinasti.

"Di kita konstitusi dan undang-undang tidak ada yang mengatur dinasti politik, tidak dibatasi pula keberadaannya. Ini memberikan celah kepada kelompok tertentu kaum oligarki untuk memperkokoh politik dinasti," kata Ujang saat On Air di Radio PRFM 107.5 News Channel, Sabtu 25 Juli 2020.

Baca Juga: Pemerintah Pastikan Industri Media Bakal Terima Insentif Guna Atasi Dampak Covid-19

Hal itu kata dia, mesti menjadi catatan penting. Di luar negeri sendiri katanya politik dinasti memang ada seperti di Indonesia. 

Namun, di luar negeri praktik tersebut dilengkapi dengan calon yang memiliki kapasitas, kemampuan, prestasi, dan pengalaman sehingga ketika menggantikan kepemimpinan keluarganya, daerah yang dipimpinnya bisa maju.

Tapi kalau di Indonesia, lanjut dia, politik dinasti cenderung dipaksakan.

Dia mencontohkan, pencalonan Gibran Rakabuming sebagai calon Wali Kota Solo. Gibran yang merupakan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), cenderung dipaksakan untuk maju di Pilkada Solo.

Baca Juga: Duh, Legenda Hidup Barcelona Xavi Hernandez Dinyatakan Terpapar Corona

Padahal kata Ujang, Gibran tidak memiliki pengalaman dalam dunia politik.

"Saya kasih contoh Gibran, dia tidak punya pengalaman dalam politik, dalam pemerintahan, organisasi, dia tidak pernah menjadi pengurus partai politik. Lalu dipaksakan maju Pilkada, ini sangat prihatin," katanya.

Dia merasa prihatin lantaran, orang yang tidak memiliki pengalaman dan kemampuan dipaksakan untuk maju dalam kontestasi Pilkada.

Politik dinasti ini kata dia harus diakhiri, kalau dibiarkan bakal menimbulkan dampak buruk bagi kelangsungan demokrasi Indonesia.

"Ini yang akan bahaya, kalau dibiarkan akan terus terkonsolidasi dengan baik, yang menjadi pejabat nantinya hanya dari kelompok itu saja," tandasnya.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Pemilu di Daerah

x