Soal Aturan Batas Maksimal Tarif Rapid Test, BPJS Watch: Harusnya Diatur Dalam Permenkes

- 15 Juli 2020, 09:54 WIB
Ilustrasi rapid test.
Ilustrasi rapid test. /Pexels/Pexels/Polina Tankilevitch

PRFMNEWS - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan surat edaran yang mengatur tarif tertinggi tes cepat atau rapid test Covid-19 hanya boleh maksimal Rp150 ribu.

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan, aturan mengenai pembatasan tarif maksimal rapid test harusnya diatur dalam Permenkes atau Kepmenkes, bukan melalui surat edaran.

Pasalnya, ia mengatakan surat edaran dalam terminologi hukum, sifatnya hanya anjuran atau imbauan.

"Surat edaran kalau dalam terminologi hukum sifatnya hanya anjuran, bukan sebuah peraturan. Harusnya regulasi pembatasan tarif maksimal rapid test diatur dalam Permenkes atau paling tidak Kepmenkes," kata Timboel saat On Air di Radio PRFM 107.5 News Channel, Selasa 14 Juli 2020.

Baca Juga: Jadwal Acara GTV Hari Ini Rabu 15 Juli 2020, Naruto Shippuden: Last Shinobi Tayang Sore Nanti

Surat edaran lanjut dia, sifatnya tidak mengikat secara hukum. Oleh karena itu, ia menilai pembatasan tarif maksimal rapid test melalui surat edaran, dasar hukumnya kurang kuat.

"Dasar hukumnya menurut saya kurang kuat," katanya.

Dia mengatakan, jika ada fasilitas kesehatan (faskes) ataupun rumah sakit yang menyelenggarakan rapid test dengan tarif di atas yang sudah diatur Kemenkes, kalau dengan peraturan sekarang yang hanya melalui surat edaran, tidak bisa dikenakan sanksi.

Dia pun berharap, pemerintah mengubah dasar hukum penetapan batas maksimal tarif rapid test.

"Saya harap ada perubahan dari sisi aturan yang memang mengikat," katanya.

Baca Juga: Cek Fakta: Berhenti Merokok Bisa Menyebabkan Tubuh Alami Penyakit?

Selain itu, dari sisi nominal kata dia, angka sebesar Rp150 ribu dianggap rumah sakit terlalu kecil. Sedangkan, dari sisi masyarakat atau pasien angka tersebut lumayan besar.

Oleh karenanya, ia mengatakan harusnya Kemenkes ketika menentukan tarif rapid test berkonsultasi dengan faskes dan masyarakat.

"Sekarang kan prosesnya tidak dilakukan proses ngobrol itu sama lembaga konsumen seperti YLKI dan sebagainya, sehingga persoalan Rp150 ribu tarif maksimal itu jadi perdebatan di kalangan rumah sakit, asosiasi faskes dan masyarakat lain," katanya.

Baca Juga: Rekayasa Lalin Imbas Pembangunan Flyover Jalan Jakarta, Bakal Ada Penyempitan Jalur

Selain itu, dia juga mengatakan bahwa penentuan batas maksimal tarif rapid test harus mengakomodir masyarakat miskin. Pasalnya, BPJS Kesehatan tidak meng-cover biaya untuk rapid test.

Dia bahkan menginginkan, agar biaya rapid test untuk warga kurang mampu digratiskan.

"Jangan sampai ketentuan ini (tarif rapid test) menghambat orang miskin untuk dapat pelayanan," katanya.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x