Kemenkes Tetapkan Batas Tarif Tertinggi Rapid Test, Pengamat: Mudah-mudahan Bukan Sekadar Wacana

- 9 Juli 2020, 16:00 WIB
Petugas medis mengambil sampel warga yang akan mengikuti rapid test di Halaman Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu, 28 Juni 2020.
Petugas medis mengambil sampel warga yang akan mengikuti rapid test di Halaman Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu, 28 Juni 2020. /ANTARA/ANTARA/Reno Ensir

PRFMNEWS - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan surat edaran yang mengatur tarif tertinggi tes cepat atau rapid test Covid-19 hanya boleh maksimal Rp150 ribu.

Pengamat Kebijakan Publik, Oktri Mohammad Firdaus menyambut baik langkah tersebut.

"Upaya yang dilakukan pemerintah untuk memberikan batasan biaya test Covid-19 Rp150 ribu, cukup menarik," kata Oktri saat On Air di Radio PRFM 107.5 News Channel, Rabu 8 Juli 2020.

Baca Juga: Kata Sri Mulyani Soal Pendapatan Negara Turun: Ini Masih Sesuai Estimasi Kami

Namun dia berharap, kebijakan tersebut tidak sekadar wacana semata.

"Mudah-mudahan ini bukan hanya sebuah wacana, tapi langkah nyata yang disesuaikan dengan kondisi yang sudah diperhitungkan dengan baik," katanya.

Dengan kebijakan tersebut, dia berasumsi pada dua hal. Pertama, dia menduga pemerintah memiliki dana lebih untuk memberikan subsidi kepada masyarakat terkait biaya rapid test.

"Mungkin pemerintah punya dana lebih untuk memberikan subsidi atau bantuan kepada masyarakat. Artinya kalau secara harga atau biaya beli (alat rapid test) dari produsun tinggi, masyarakat dibantu oleh pemerintah dengan subsidi," katanya.

Baca Juga: Cek Poin di Kota Bandung Bakal Kembali Diaktifkan

Kedua, dia menduga pemerintah sudah mampu menjamin ketersediaan alat rapid test.

"Atau pemerintah sudah mampu untuk memastikan ketersediaan (alat rapid), apakah mampu menyediakan dalam bentuk barang impor, atau adanya ketersediaan produk dalam negeri," katanya.

Lebih lanjut dia menilai, adanya variasi biaya rapid test selama ini adalah karena suplai dan kebutuhan akan alat rapid test tidak seimbang.

Kebutuhan rapid test meningkat, sedangkan ketersediaan barang atau alat rapid terbatas.

"Di masa pandemi, kebutuhan (rapid test) meningkat dan serentak, tapi kemampuan untuk menyediakan barangnya tidak seimbang, jadi ada disparitas harga," katanya.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x