PPDB Sebabkan Anak Stres, Psikolog: Orangtua Harus Bangun Optimisme

- 1 Juli 2020, 09:06 WIB
Ilustrasi stres.
Ilustrasi stres. /Pexels/Andrea Piacquadio/

PRFMNEWS - Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menimbulkan persoalan baru.

Komnas Perlindungan Anak menyampaikan bahwa sejauh ini sudah ada empat laporan percobaan bunuh diri yang dilakukan anak karena tidak lolos masuk ke sekolah negeri impian dalam PPDB.

Psikolog dari Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta mengatakan percobaan bunuh diri terjadi karena anak merasa kecewa, apa yang mereka inginkan tidak tercapai.

"Anak kecewa lantaran merasa sesuatu yang diinginkan tidak tercapai," kata Aully saat On Air di Radio PRFM 107.5 News Channel, Selasa 30 Juni 2020.

Baca Juga: Bruno Fernandes Cetak Brace, Man United Dekati Empat Besar

Aully mengatakan masalah ini lahir karena adanya perubahan sistem PPDB.

Tidak lolosnya anak ke sekolah tujuan terjadi karena berbagai faktor seperti nilai yang tidak cukup, rumah tinggal yang jauh dari sekolah dan aturan usia yang diterapkan oleh beberapa wilayah salah satunya DKI Jakarta.

Menurut Aully, saat ini masyarakat masih berpedoman pada nilai dan angka, bukan pada proses belajar.

"Sebagian besar kita mendidik anak untuk menghargai angka, skor bukan menghargai proses belajarnya," kata Aully.

Padahal kata dia, hal penting yang harus diterapkan di jenjang pendidikan dasar mulai SD, SMP dan SMA, adalah pendidikan karakter. Bukan mengejar angka.

Baca Juga: Resmi! Mulai Hari Ini Iuran BPJS Kesehatan Naik, Berikut Rinciannya

Ketika UN dihapus, dan angka tidak menjadi penilaian utama, disini terjadi perubahan yang tidak mudah diterima orangtua dan anak.

Orangtua dan anak kaget dengan sistem tersebut, lantaran masih menganggap nilai adalah ukuran paling utama. Oleh karena itu kata dia, pemahaman ini harus diluruskan.

Selain itu pola pikir di masyarakat mengenai sekolah favorit juga harus diubah.

"Sebaiknya harus diluruskan pemahaman orangtua bahwa yang penting adalah belajar bukan sekolahnya. Orangtua harus memberikan alternatif yang membuat anak jadi mengalihkan perhatian daripada sekedar kegagalan," katanya.

Agar anak tidak stres, ia bilang orangtua harus membangun optimisme. Orangtua juga harus memberikan alternatif bilamana anak tidak diterima di sekolah tujuan.

"Bilang ke anak 'kamu gapapa tidak di negeri (sekolah negeri), kita bisa sekolah di yang ini, atau home schooling'. Jadi harus memberikan alternatif," katanya.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x