Pengamat: Iuran BPJS Naik di Tengah Pandemi Sangat Tidak Tepat

- 17 Juni 2020, 19:53 WIB
Kartu BPJS Kesehatan.*
Kartu BPJS Kesehatan.* /Dok. PRFMNEWS

PRFMNEWS - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan yang tercantum dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Kenaikan iuran berlaku mulai 1 Juli 2020.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan sangat tidak tepat. Pasalnya, fakta saat ini kondisi masyarakat sedang sulit.

Akibat pandemi Covid-19, banyak masyarakat yang ekonominya sulit karena di PHK.

"(Kenaikan BPJS) tidak tepat, karena hari ini faktanya masyarakat sedang sulit, banyak kena PHK. Kondisi masyarakat bukan hanya tidak mampu bayar BPJS, tapi untuk makan aja susah," kata Ujang saat On Air di Radio PRFM 107.5 News Channel, Rabu (17/6/2020).

Baca Juga: Brazil Catatkan Rekor Harian Corona Terbanyak, 34.918 Kasus

Rencana pemerintah untuk menaikan iuran BPJS Kesehatan ini kata dia menjadi keprihatinan bersama.

Tidak hanya melihat dari aspek masyarakat yang dibebankan dengan naiknya iuran, ia mengatakan bahwa persoalan kenaikan iuran ini menjadi citra buruk pemerintah.

Pasalnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebelumnya sudah dibatalkan MK.

"Dalam konteks hukum administrasi negara, dalam konteks penghormatan terhadap antar lembaga negara, ini jadi catatan buruk bagi pemerintah," kata dia.

Baca Juga: Pimpinan DPR Sebut Pembukaan Kembali Sekolah Saat Pandemi Masih Berisiko

Ia mengatakan rencana kenaikan iuran BPJS ini terjadi karena pemerintah sedang terjepit.

Negara sedang banyak utang, APBN defisit, serta penerimaan pajak juga menurun. Sehingga lanjut dia, menaikan kembali iuran BPJS Kesehatan menjadi pilihan pemerintah. 

"Ini memang jadi dilema, kalau naik (iuran) masyarakat terjepit, kalau tidak naik, pemerintah yang terjepit karena APBN defisit," kata dia.

Lebih lanjut ia menuturkan, negara belum hadir dalam konteks kesehatan yang merupakan hal dasar di masyarakat.

Kalau negara hadir kata dia, tidak mungkin masyarakat dikenai biaya untuk kesehatan.

"Di negara maju, negara hadir dalam konteks kesehatan, pendidikan, ekonomi yang merupakan hal dasar di masyarakat. Di kita, ini kan tetap bayar. Ini yang menjadi persoalan," kata dia.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x