YLKI Sebut Pembukaan Kembali Mal Terlalu Berisiko Karena Kurva COVID-19 Belum Melandai

- 26 Mei 2020, 18:26 WIB
PRESIDEN Joko Widodo didampingi Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Idham Azis meninjau Mal Summarecon Bekasi untuk melihat persiapan penerapan prosedur standar "New Normal" di sarana perniagaan pada Selasa 26 Mei 2020.* AGUS SUPARTO/ANTARA
PRESIDEN Joko Widodo didampingi Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Idham Azis meninjau Mal Summarecon Bekasi untuk melihat persiapan penerapan prosedur standar "New Normal" di sarana perniagaan pada Selasa 26 Mei 2020.* AGUS SUPARTO/ANTARA /

BANDUNG,(PRFM) - Pemerintah berencana untuk membuka mal di Jakarta atau daerah lainnya pada 5 Juni 2020.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menolak tegas rencana tersebut.

Tulus menilai, rencana pembukaan kembali mal terlalu berisiko lantaran kurva penularan COVID-19 di Jakarta maupun di Indonesia belum melandai secara konsisten.

Meskipun kata dia, ada catatan bahwa pembukaan mal harus menerapkan protokol kesehatan.

"Kalau kemudian pemerintah memaksakan diri membuka mal, walau dengan embel-embel implementasi protokol kesehatan, itu dari sisi hak warga dan hak konsumen pengguna mal sangat tidak aman dan tidak nyaman. Keselamatan konsumen jadi teruhannya, dan berisiko sangat besar," kata Tulus saat On Air di Radio PRFM 107.5 News Channel, Selasa (26/5/2020).

Baca Juga: Angkot Jurusan St. Hall-Padalarang Terbakar di Bawah Flyover Cimindi

YLKI meminta rencana pembukaan kembali mal di Jakarta dibatalkan. YLKI juga mengimbau masyarakat untuk tidak dulu mengunjungi mal jika rencana tersebut dilakukan.

"Kami imbau agar masyarakat jangan dulu mengunjungi mal karena belum aman, kecuali kurva di Jakarta dan kota besar lainnya turun signifikan dan konsisten," katanya.

Mengenai akan diturunkannya aparat jika mal kembali dibuka, agar masyarakat disiplin menerapkan protokol kesehatan, ia menilai hal itu tidak akan berpengaruh.

"Ketika diberlakukan PSBB, tingkat kepatuhan masyarakat hanya 25 sampai 30%, lebih dominan tidak patuh. Oleh karena itu, harusnya pemerintah belajar dari implementasi PSBB itu sendiri, yang notabene melibatkan puluhan aparat," kata dia.

Baca Juga: Pelaksanaan Operasi Ketupat Diperpanjang Hingga 7 Juni

Lebih lanjut ia mencontohkan pemberian relaksasi di sejumlah negara, yang malah menimbulkan penyebaran COVID-19 lebih luas.

Apalagi, jika pemerintah memberikan relaksasi atau pelonggaran PSBB di tengah kurva penyebaran COVID-19 yang belum melandai.

"Di Amerika (AS) ketika ada pertokoan buka, satu tukang cukur (yang positif) bisa menularkan virus ke 90 orang, baru satu orang saja, apalagi kalau banyak yang positif," kata dia.

Baca Juga: IDI Jabar Sebut New Normal Bisa Berjalan Sukses Bila Masyarakat Disiplin

"Ibarat kata virus sedang galak-galaknya, kok berani-beraninya pemerintah melakukan relaksasi dengan membuka mal sebagai pusat kerumunan yang sangat besar," kata dia.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x