Ada Mafia Harga Ayam Dibalik Corona, Peternak Pertanyakan Nasibnya

- 6 April 2020, 18:31 WIB
ILUSTRASI penjual ayam.*
ILUSTRASI penjual ayam.* /PINSAR

BANDUNG,(PRFM) – Peternak berduka. Bencana nasional bukan hanya karena Corona atau Covid-19 saja. Tapi para peternak merasa nasib mereka dirusak oleh segelintir orang yang bermain harga secara nasional. 

Wasekjen DPP Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), Abbi Angkasa Perdana Darmaputra mengatakan, harga ayam rusak di wilayah perbatasan sejak 22 maret lalu.

Harga ayam semakin hari makin hancur. Bahkan dibeberapa daerah sudah sampai Rp7.000 per kg.

“Ironisnya di pasar becek dan di Supermarket harga masih Rp30 ribu dan tertinggi Rp35 ribu. Dibeberapa areal seperti Bandung dan sekitarnya, harga ayam malah naik ke Rp36 ribu dan telur menjadi mahal,” kata Abbi dalam siaran pers yang diterima PRFMNEWS, Senin (6/4/2020).

Baca Juga: Tanggapi Banjir Bandung, Uu: Kalau Sodetan Cisangkuy Selesai, Banjir Bisa Teratasi

Peternak berandai-andai, kalaulah mereka merugi harusnya masyarakat yang menikmati harga ayam murah. Bukan malah mafia-mafia pasar yang beli murah tapi dijual tinggi.

“Saya sedih melihat ini. Operasi pasar hanya omong kosong. Ditambah ketakutan Corona. Pasar yang buka tutup membuat harga dimainkan,” katanya.

Di beberapa lokasi kata Abbi, ayam yang masih berumur 3 sampai 10 hari dimusnahkan secara massal.

“Hal itu dilakukan karena peternak sudah bingung, kalau harga begini, mau darimana beli pakan?,” kata dia.

Abbi meminta peternak berhati-hati dengan integrator yang memiliki modal besar. Ia menduga para pemilik modal besar yang bermain.

“Hati-hati dengan integrator bermodal besar dan PT PT besar yang melantai di bursa. Apakah mereka yang bermain? Dengan bakul-bakul ayamnya? Atau mafia pasar yang selalu saja ada rasa tega di setiap musibah,” kata Abbi.

Baca Juga: Ini Kiat Merencanakan Keuangan di Masa Pandemi Covid-19

Menurutnya, peternak pasrah dengan situasi ini, meskipun sudah ada Permendag yang mengatur harga ayam.

“Aturan tinggal aturan. Satgas pangan tinggal nama,” kata dia.

Lebih lanjut ia mengatakan, perlu ada langkah kongkrit dalam menyelesaikan harga ayam nasional dan rantai distribusinya.

“Rantai distribusi dengan disparitas harga yang tinggi akan menjadi tidak sehat untuk semua pihak. Jika industri ini hancur. Bagaimana nasib peternak?,” tutupnya.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x