Dibatalkan MA, Pembuat Peraturan Kenaikan BPJS Seharusnya Malu!

- 9 Maret 2020, 20:59 WIB
WARGA mengurus kepersertaan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Cikarang.*/TOMMI ANDRYANDY/PR
WARGA mengurus kepersertaan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Cikarang.*/TOMMI ANDRYANDY/PR /Tommi Andryandy/

BANDUNG, (PRFM) - Ketua Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Jawa Barat (Jabar), Banten dan DKI Jakarta, Firman Turmantara mengatakan seharusnya pembuat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan seharusnya malu. Hal ini lantaran Perpres tersebut akhirnya dibatalkan oleh putusan Mahkamah Agung (MA).

"Arsitek, pembuat, atau konseptor Perpres ini seharusnya malu. Kenapa? Karena produknya, hasil kerjanya, dibatalkan MA. Termasuk yang menandatangani, mohon maaf, yaitu presiden. Presiden harus merasa malu, produk hukum yang dia tanda tangan dibatalkan MA. Jadi kualitas produk hukum ini jauh dari harapan masyarakat, sehingga putusan MA seperti itu," ujar Firman saat on air di Radio PRFM, Senin (9/3/2020).

Baca juga: Sah! MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS

Menurutnya, pembatalan putusan oleh MA ini merupakan konsekuensi dari sebuah peraturan yang tidak mempertimbangkan kondisi di masyarakat. Selain itu, aturan ini juga dinilai tidak memiliki rasa keadilan.

Firman menuturkan, kompensasi yang berhak diterima masyarakat akan sulit dijalankan secara teknis. Dengan belum optimalnya birokrasi dan adminstrasi yang ada sekarang ini, maka diperlukan suatu regulasi khusus untuk mengatur.

"Yang jelas dalam pelaksanaan putusan MA ini agak sulit. Itu biasanya dikompensasikan kepada iuran yang akan datang. Jadi pengembalian itu biasanya agak ribet ya teknisnya. Ini faktanya, karena administrasi segala macam. Dan mohon maaf, tapi pemerintah pada umumnya tidak mau ribet," tuturnya.

Baca juga: MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS, Ini Respon Pihak BPJS Kesehatan

Regulasi tersebut harus diterapkan dalam bentuk tertulis dan konkrit. Hal ini demi menghindari kebingungan di masyarakat, baik peserta BPJS maupun petugasnya.

"Dengan adanya putusan MA ini, harus diatur mekanisme khusus yang dikeluarkan dalam bentuk regulasi. Jangan cuma lisan. Sehingga tidak ada kebingungan. Secara teknis di lapangan petugas jadi tidak bingung, karena ada tupoksinya," pungkasnya.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x