PRFMNEWS - Menteri KKP Edhy Prabowo sebelumnya sudah selalu diingatkan untuk sangat berhati-hati terkait kebijakan izin ekspor benih lobster. Namun tidak didengar dan akhirnya ditangkap KPK.
Pengamat Sektor Kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim membeberkan perbedaan terkait kebijakan Edhy Prabowo yang sangat kontras dengan Susi Pudjiastuti.
Kejanggalan pun sudah terlihat sejak diterbitkannya Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di wilayah RI yang telah diundangkan pada 5 Mei 2020.
Baca Juga: Susi Pudjiastuti Disebut Berpeluang Kembali Jadi Menteri KKP
Baca Juga: Terungkap, Menteri KKP Edhy Prabowo dan Istrinya Diduga Beli Barang Mewah di Hawaii Pakai Uang Panas
"Ada hal yang janggal sejak awal baik dari aspek substansi Permen atau teknis implementasinya, sehingga berujung pada penangkapan Menteri KKP oleh KPK," ujar Abdul saat on air di Radio 107,5 PRFM News Channel, Kamis 26 November 2020.
Ia mengungkapkan, pada era Menteri Susi Pudjiastuti disebutkan fakta bahwa stok lobster di hampir 11 wilayah statusnya merah. Artinya harus dilakukan pemulihan dengan pengawasan ketat untuk menghindari aktivitas ilegal.
"Menyebutkan bahwa status lobster di perairan Indonesia saat ini statusnya kuning dan merah, sebelumnya statusnya merah lalu ada proses pemulihan. Jadi bisa dikatakan ada manfaat dari kebijakan menteri kelautan sebelumnya (Bu Susi)," ucapnya.
Sedangkan Edhy Prabowo disebut mengabaikan hasil kajian dari Komnas Pengkajian Sumber Daya Ikan (Kajiskan) sehingga menghendaki benur boleh ditangkap dan dijual.