BMKG Luruskan Informasi Gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut 'Tinggal Menunggu Waktu'

15 Agustus 2024, 18:15 WIB
Ilustrasi gempa bumi /Pixabay.com/Tumisu

PRFMNEWS - Potensi gempa bumi di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebenarnya bukanlah hal baru.

Potensi gempa di dua zona itu sudah lama, bahkan sudah ada sejak sebelum terjadi Gempa dan Tsunami Aceh 2004.

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Dr. Daryono menilai, munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar.

Baca Juga: Sesar Lembang: Fakta, Sejarah, dan Risiko Gempa di Kawasan Bandung Raya

"Kita hanya mengingatkan kembali keberadaan Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebagai sebuah potensi yang diduga oleh para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang sudah berlangsung selama ratusan tahun," tutur Daryono dalam keterangan resminya yang diterima Redaksi PRFM, Kamis 15 agustus 2024.

"Seismic gap ini memang harus kita waspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu," imbuhnya.

Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, sebenarnya tidak ada kaitannya secara langsung dengan peristiwa gempa kuat M7,1 yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki Jepang.

Baca Juga: Indonesia Diminta Waspada Dampak Gempa Megathrust Nankai Jepang, BMKG: Tinggal Tunggu Waktu

Menariknya, kata Daryono, gempa yang memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024 beberapa hari lalu mampu menciptakan kekhawatiran bagi para ilmuwan, pejabat negara dan publik di Jepang akan potensi terjadinya gempa dahsyat di Megathrust Nankai.

"Peristiwa semacam ini menjadi merupakan momen yang tepat untuk mengingatkan kita di Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut," katanya.

Melansir catatan sejarah, gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946 (usia seismic gap 78 tahun), sedangkan gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 (usia seismic gap 267 tahun) dan gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 (usia seismic gap 227 tahun).

Baca Juga: Dirancang Tahan Gempa, Flyover Terpanjang Kedua di Indonesia Berada di Kota Bandung, Habiskan Dana Rp430 M

"Artinya kedua seismic gap kita periodisitasnya jauh lebih lama jika dibandingkan dengan seismic gap Nankai, sehingga mestinya kita jauh lebih serius dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya," ujar Daryono.

Daryono pun meluruskan keteragan resmi BMKG terkait gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut “tinggal menunggu waktu”.

Dilanjutkan Daryono, hal ini dikarenakan kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar, tetapi bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat.

"Dikatakan 'tinggal menunggu waktu' disebabkan karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah rilis gempa besar semua, sementara Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hingga saat ini belum terjadi," ucapnya.

Baca Juga: Beroperasi 2005, Flyover di Kota Bandung Ini Pakai Teknologi Tahan Gempa Pertama di Indonesia, Tahu Namanya?

"Hingga saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dengan tepat dan akurat mampu memprediksi terjadinya gempa (kapan, dimana, dan berapa kekuatannya), sehingga kita semua juga tidak tahu kapan gempa akan terjadi, sekalipun tahu potensinya," tambah Daryono.

Ditegaskan Daryono, informasi potensi gempa megathrust yang berkembang saat ini sama sekali bukanlah prediksi atau peringatan dini, sehingga jangan dimaknai secara keliru, seolah akan terjadi dalam waktu dekat.

"Untuk itu, kepada masyarakat dihimbau untuk tetap tenang dan beraktivitas normal seperti biasa, seperti melaut, berdagang, dan berwisata di pantai. BMKG selalu siap memberikan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami dengan cepat dan akurat," pungkasnya.***

Editor: Tim PRFM News

Tags

Terkini

Trending