Dugaan Perundungan Dokter PPDS hingga Meninggal, Kemenkes Hentikan Sementara Prodi Anestesi Undip

15 Agustus 2024, 13:15 WIB
dokter ppds anestesi undip bunuh diri diduga tak kuat menahan bullying /rsud_kardinah

PRFMNEWS - Dunia kedokteran Indonesia dikejutkan dengan kabar tragis tentang seorang mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) berinisial AR (30) ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya di kawasan Lempongsari, Semarang.

Kematian AR diduga merupakan hasil dari tindakan bunuh diri dengan menyuntikkan obat penenang, sebuah kejadian yang segera menjadi sorotan publik dan memicu berbagai reaksi.

Kasus ini semakin menarik perhatian setelah beberapa media melaporkan bahwa pihak kepolisian menemukan sebuah buku harian di kamar kos korban.

Dalam buku tersebut, AR mengungkapkan perasaannya yang berat menjalani kehidupan sebagai mahasiswa kedokteran, terutama dalam menghadapi tekanan dari senior-seniornya.

Baca Juga: Tragis! Mahasiswa Kedokteran Anestesi Undip Nekat Akhiri Hidup Diduga Korban Perundungan

Catatan di buku harian tersebut mengindikasikan bahwa AR merasa terbebani oleh berbagai perintah dan tuntutan yang diberikan para seniornya, yang diduga kuat sebagai bentuk perundungan.

Pengakuan ini diperkuat oleh pernyataan ibu korban, yang disampaikan melalui Kapolsek Gajahmungkur, Kompol Agus Hartono.

Sang ibu mengungkapkan bahwa anaknya sudah merasa tidak mampu lagi bertahan dan bahkan sempat menyampaikan keinginannya untuk mengundurkan diri dari program studi tersebut.

Perundungan dari para seniornya disebut-sebut menjadi alasan utama di balik keputusannya untuk mengakhiri hidupnya.

Tindakan Tegas Kementerian Kesehatan

Menanggapi kejadian tragis ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, dr. Azhar Jaya, SH, SKM, MARS, segera mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan surat keputusan untuk menghentikan sementara operasional Program Studi Anestesi Fakultas Kedokteran Undip.

Surat keputusan tersebut, yang bernomor TK 02.02/D/44137/2024, bertujuan untuk memberikan ruang bagi investigasi yang mendalam serta penerapan langkah-langkah yang dapat dipertanggungjawabkan oleh Direksi RS Dr. Kariadi dan Fakultas Kedokteran Undip.

Langkah penghentian sementara ini diambil sebagai bentuk tanggung jawab dan keseriusan Kemenkes dalam menangani kasus yang melibatkan perundungan di lingkungan pendidikan kedokteran.

Selain itu, tindakan ini juga diharapkan dapat menjadi momentum untuk mengevaluasi sistem dan budaya yang ada di dalam program pendidikan dokter spesialis, khususnya di Prodi Anestesi Undip.

Baca Juga: Heboh Aturan Penyediaan Alat Kontrasepsi Bagi Pelajar, Kemenkes Sebut Diperuntukan Bagi Remaja Kategori Ini

Respon Masyarakat

Kasus ini segera menjadi bahan perbincangan di kalangan masyarakat dan komunitas akademik.

Banyak pihak yang menyatakan keprihatinan mendalam atas tragedi yang menimpa AR dan menuntut agar kasus ini diusut tuntas. Pasalnya perundungan dokter PPDS sudah menjadi rahasia umum.

Tidak sedikit pula yang mengecam praktik perundungan yang masih terjadi di lingkungan kedokteran PPDS yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan kondusif untuk belajar.

“Senioritas di Fakultas Kedokteran itu masih kentel,” tulis akun @dirgan***.

“Temanku yang lagi belajar untuk ambil spesialis di RS Sanglah Bali juga kena bully terus, pernah malah temannya dia sial, disuruh bayarin semua pesanan pada saat dugem,” balas akun @gunasat***.

“Astagfirullah sekelas dokter aja ada yang ngebully , hobi banget ngerusak mental org lain, salut buat langkah tegas Kemenkes,” tulis netizen lainnya.

Kasus ini juga mendorong berbagai pihak, termasuk lembaga pendidikan dan organisasi profesi, untuk lebih memperhatikan kesehatan mental para mahasiswa, khususnya mereka yang sedang menempuh pendidikan di bidang yang menuntut seperti kedokteran.

Upaya pencegahan terhadap praktik perundungan harus menjadi prioritas, mengingat dampaknya yang sangat merugikan dan dapat berujung pada tragedi seperti yang dialami oleh AR.

Diharapkan, investigasi yang dilakukan oleh Kemenkes dan pihak terkait dapat memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya, serta menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

Lebih dari itu, kasus ini harus mendorong reformasi dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia, termasuk penegakan aturan yang lebih tegas terhadap praktik perundungan di dunia kedokteran.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi

Tags

Terkini

Trending