IMF Sebut Tingkat Pengangguran Indonesia Menduduki Peringkat Tertinggi ke-1 di ASEAN

23 Juli 2024, 15:30 WIB
Ilustrasi. Pengangguran . /Pixabay/Mohamed_hassan/

PRFMNEWS - Dana Moneter Internasional (IMF) menempatkan tingkat pengangguran di Indonesia sebagai yang tertinggi di antara enam negara anggota ASEAN lainnya yang masuk dalam daftar pada April 2024.

Menurut laporan IMF World Economic Outlook April 2024, persentase pengangguran di Indonesia berada di angka 5,2 persen.

Menyusul Indonesia, Filipina berada di posisi kedua dengan 5,1%, disusul Brunei Darussalam (4,9%), Malaysia (3,52%), Vietnam (2,1%), Singapura (1,9%), dan Thailand (1,1%). Thailand turut menjadi negara dengan tingkat pengangguran terendah di dunia, mengalahkan Singapura (1,9%), Jepang (2,5%), bahkan Amerika Serikat (4%).

Sementara itu, negara dengan tingkat pengangguran tertinggi dipegang oleh Sudan dengan 49,5%, disusul Afrika Selatan (33,5%) dan Georgia (15,7%).

Baca Juga: Pemprov Jabar Cari Investasi yang Bisa Berdampak Langsung Turunkan Pengangguran dan Kemiskinan

IMF mendefinisikan tingkat pengangguran (unemployment rate) sebagai persentase angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan. Angkatan kerja yang dimaksud merupakan penduduk dalam usia produktif yang sedang bekerja atau mencari kerja.

Untuk itu, penduduk usia produktif yang sedang tidak mencari kerja (mahasiswa, ibu rumah tangga, dan lain-lain) dan penduduk tanpa pekerjaan yang tidak lagi mencari kerja tidak termasuk ke dalamnya.

Sedangkan sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) pernah mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia pada Februari 2024 sebesar 4,82 persen atau turun 0,63 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hal itu menunjukkan bahwa dari 100 orang angkatan kerja, terdapat sekitar lima orang yang menganggur.

“Komposisi angkatan kerja pada Februari 2024 terdiri dari 142,18 juta orang penduduk bekerja dan 7,20 juta orang pengangguran. Apabila dibandingkan Februari 2023, jumlah angkatan kerja meningkat sebanyak 2,76 juta orang, penduduk bekerja bertambah sebanyak 3,55 juta orang, sementara pengangguran berkurang sebanyak 0,79 juta orang,” demikian yang tertera dalam Berita Resmi Statistik No. 36/05/Th. XXVII, 6 Mei 2024 yang dilansir dalam salinan dokumennya pada Selasa, 23 Juli 2024.

Baca Juga: Pj Wali Kota Bandung Ingin Muncul Banyak Wirausaha Baru Sebagai Upaya Kurangi Pengangguran

Pelaksana Tugas Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyatakan bahwa jumlah penduduk usia kerja per Februari 2024 mencapai 214 juta orang.

Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 2,41 juta orang jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2023. Penduduk usia kerja tersebut terbagi menjadi dua kategori, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.

“Jumlah angkatan kerja mencapai 149,38 juta orang atau bertambah 2,76 juta orang, yang kira-kira tumbuh 1,88 persen. Sementara kelompok bukan angkatan kerja mencapai 64,62 juta orang atau lebih rendah sekitar 0,35 juta orang, yang kira-kira turun sebesar 0,54 persen,” kata Amalia.

Layaknya teori permintaan dan penawaran sederhana, salah satu penyebab utama tingginya pengangguran di Indonesia adalah rendahnya minat pengusaha untuk membuka lowongan pekerjaan.

Di zaman serba modern, setiap perusahaan tentu menaruh tuntutan dan harapan tinggi dari para calon pekerjanya. Dengan demikian, syarat yang acap kali tidak masuk akal kerap memberatkan para pencari kerja.

Baca Juga: Preferensi Politik Masyarakat Kota Bandung Mei 2024, Pemimpin Harus Bisa Bereskan Masalah Pengangguran

Salah satu syarat yang banyak dikeluhkan adalah terkait pengalaman kerja. Perusahaan biasanya ingin pelamar memiliki pengalaman kerja paling tidak 1-2 tahun dalam bidang serupa. Namun apabila seluruh perusahaan mewajibkan hal tersebut, maka takkan ada yang mau menerima calon pekerja yang belum punya pengalaman kerja sama sekali sebelumnya.

Sejalan dengan itu, kualitas calon pekerja menjadi pertimbangan penting bagi para pengusaha. BPS menyebutkan bahwa pengangguran lulusan SMK jumlahnya lebih tinggi dibandingkan pengangguran lulusan Diploma IV, S1, S2, dan S3.

Pandangan bahwa semakin tinggi pendidikan maka semakin baik kinerja seseorang masih terus dipelihara hingga sekarang. Bukannya anggapan itu salah, melainkan saja, anggapan itu menutup pintu kesempatan bagi mereka yang memang benar-benar mau bekerja keras dan butuh pekerjaan.

Tak ada cara lain yang bisa dilakukan selain memperbanyak lapangan kerja dan meningkatkan kualitas angkatan kerja yang tersedia.

Pemerintah dengan generasi mendatang harus berupaya menciptakan lapangan kerja baru yang lebih inovatif untuk menyerap lebih banyak angkatan kerja di Indonesia. Jangan sampai kualitas angkatan kerja andal tanah air malah hanya terpakai di luar negeri.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi

Tags

Terkini

Trending