Skenario Akhir Paling Buruk dari COVID-19 Itu Bernama Stigma

- 4 April 2020, 21:00 WIB
Depresi.
Depresi. /Dok PRFM.

BANDUNG, (PRFM) – Sosiolog dari Universitas Padjadjaran Ari Ganjar mengungkapkan, skenario akhir paling buruk dari penyebaran virus corona (COVID-19) ialah stigma.

Menurutnya, stigma sangat merugikan bagi kehidupan bermasyarakat karena akan bertahan lama tanpa penanganan sosial yang tepat.

“Seseorang yang terkena stigma, misalnya pasien COVID-19, bisa-bisa tidak diinginkan menjadi anggota masyarakat lagi. Misalnya seperti pasien tersebut tidak diperbolehkan mengakses pendidikan di sekolah formal, atau tidak boleh menerima pelayanan kesehatan,”ucap Air saat On Air di Radio PRFM 107.5 News Channel, Sabtu (4/4/2020).

Lebih lanjut, kecemasan dan ketakutan terhadap COVID-19 dapat menyebabkan diskriminasi. Hal ini terjadi ketika sebagian masyarakat mengaitkan risiko penyakit dengan orang atau kelompok tertentu, atau hal tertentu, meski tak ada bukti bahwa risikonya lebih besar pada kelompok itu daripada populasi umum. 

Baca Juga: Terkait Keringanan Biaya Listrik, Cermati Kode pada Struk Pembayaran

“Dalam keadaan serba bingung seperti saat ini, ada sebagian masyarakat yang muncul sifat untuk mempertahankan hidup, akhirnya mengkucilkan bahkan bertindak diskriminatif kepada pasien COVID-19,” sambung Ari.

Ari mengatakan, contoh nyata stigma yang hingga kini masih menjadi perbincaran hangat, ialah pengidap HIV/AIDS. Betapa tidak, pengidap HIV/AIDS hingga kini dicap buruk dengan anggapan bahwa dirinya aktif melakukan seks bebas.

“Informasi yang disepakati oleh sebagian masyarakat adalah pengidap HIV/AIDS itu karena kelakukan seks bebas, tapi nyatanya HIV/AIDS bisa menular dari berbagai macam faktor, “ tukasnya.

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x