Pasca Putusan MK, Partai Non Parlemen di Bandung Belum Ajukan Calon di Pilwalkot

Penulis: Tommy Riyadi
Editor: Rian Firmansyah
Ilustrasi Pemilu
Ilustrasi Pemilu /PRFM

BANDUNG, PRFMNEWS - Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas Pemilu Kepala Daerah, Sejumlah partai politik peserta Pemilu 2024 yang tidak memperoleh kursi di DPRD Kota Bandung, belum satu pun mengusung calon untuk di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Bandung.

Dalam catatan redaksi prfmnews, berdasarkan Keputusan KPU Kota Bandung Nomor 539 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPRD Kota Bandung, akumulasi suara sah parpol nonparlemen berada di angka 120.546 atau 8,26% dari suara sah yang 1.458.721.

Selain penetapan batas usia kandidat, salah satu poin putusan MK yakni partai politik atau gabungan parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD kabupaten atau kota dapat mendaftarkan calon Bupati dan Wakil Bupati, calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota dengan empat ketentuan. Ketentuan pada Kota Bandung yang Daftar Pemilih Tetap (DPT)-nya lebih dari satu juta -1.872.381 jiwa- pada Pemilu 2024, partai politik atau gabungan parpol harus beroleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten atau kota tersebut.

Baca Juga: Pelebaran Jalan Akses Tol KM 151 Padaleunyi Terhambat Pembebasan Lahan yang Terlalu Mahal

Keputusan MK tersebut akhirnya membuka peluang bagi parpol nonparlemen mendaftarkan nama bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung. Dengan kata lain, parpol nonparlemen dapat menggalang kekuatan seumpama sepakat bergabung, kemudian mendaftarkan nama calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung ke KPU.

Dengan begitu, koalisi Parpol pada Pilwalkot Bandung berpotensi lebih luas dan terbuka. Parpol yang beroleh kursi di DPRD Kota Bandung, Gerindra, PDI Perjuangan, Golkar, Demokrat berhak mendaftarkan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung ke KPU. Untuk PSI yang perolehan suaranya 86.771 atau 5,94% dari total suara sah, tetap perlu bergabung dengan parpol lain, walaupun dapat empat kursi di parlemen Kota Bandung.

Berkenaan dengan isu tersebut, Pengamat politik dari Universitas Katolik Parahyangan Kristian Widya Wicaksono berpandangan, parpol di tingkat Kota Bandung berhati-hati memunculkan nama lantaran pola koalisi di tingkat pusat.

Baca Juga: KPU Kota Bandung Batasi Massa Pengantar Pendaftaran Paslon Pilwalkot

Sejalan dengan hal itu, banyak di antara parpol yang penentuan keputusannya bergantung elite di tingkat pusat. Alhasil, manuver di tingkat lokal tak bisa berjalan, atau serba menunggu.

Sempat juga mengemuka indikasi sejumlah parpol berkerumun di satu kekuatan tertentu, beberapa waktu lalu.

"Kita sama-sama mendengar wacana Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus, belakangan ini. Secara umum, hal itu tak sehat karena parpol berkerumun dalam satu kekuatan, mekanisme check and balances terancam. Tanpa check and balances, pemerintahan makin jauh dari ekspektasi masyarakat. Selain itu, kekuasaan yang absolut rawan korup. Itu kekhawatiran terbesar," ucap Kristian kepada wartawan, saat dihubungi.

Harapannya, banyak muncul figur kepala daerah Kota Bandung setelah berlaku putusan MK. Parpol yang tak memiliki perwakilan di parlemen punya kesempatan mendukung figur untuk maju di Pilkada.

"Mampu atau tidak menyodorkan figur dengan kemampuan memadai untuk menjadi kepala daerah -terutama bekerja efektif dengan birokrasi pemerintah-, bukan hanya yang punya tingkat popularitas dan elektabilitas baik. Saya senang dengan putusan MK, membuka keran kemunculan banyak nama," ucap dia.

Baca Juga: Profil Singkat Bernadya, Penyanyi Muda Berbakat yang Sedang Viral

Hakikat demokrasi, menurut dia, mengharapkan adanya banyak pilihan. Semakin banyak pasangan calon, efek pada masyarakat makin baik.

"Tujuan Pemilu, menghasilkan pemimpin terbaik. Pilkada saat ini krusial untuk Kota Bandung, setelah wali kota dan Plh wali kota bermasalah. Belum lagi timbul istilah autopilot. Tak boleh seperti itu, masyarakat kan membayar pajak," ujar Kristian.***


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Trending

Berita Pilgub